Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR RI, Gayus Lumbuun, mengingatkan KPK tidak ragu-ragu dalam mengusut aliran dana Bank Indonesia yang diterima sejumlah oknum anggota parlemen, sehingga tidak dianggap mempunyai skenario menutupi kasus tersebut."Sudah saatnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus lebih bersikap serius dan sudah bisa menetapkan tersangka atas kasus dugaan aliran dana Bank Indonesia (BI) itu dengan adanya fakta-fakta yang diperoleh KPK pada Berita Acara atau BAP yang ternyata kemudian telah dicabut kembali pada tanggal 6 Desember 2007 lalu," tegasnya Selasa malam. Dalam BAP itu, menurut Gayus Lumbuun, dengan rinci mengungkapkan aliran dana BI kepada oknum anggota DPR RI, baik jumlah maupun tempat penyerahannya. "Di Berita Acara itu juga terungkap tentang keputusan Dewan Gubernur BI yang memerintahkan kepada tiga pejabatnya untuk mencairkan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) untuk diberikan kepada berbagai pihak, dengan alasan `diseminasi` dan pembelaan hukum," ujarnya lagi. Dana tersebut, berdasarkan BAP itu, sebagaimana dikutip Gayus Lumbuun, berasal dari anggaran BI dan bantuan bank-bank yang berada pada pengawasan Bank Sentral. "Dana ini ditempatkan sebagai milik YPPI, yaitu yayasan milik BI. Sedangkan pengumpulan dana `non-budgeter` ini ditemukan pada audit keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang oleh BPK disebut juga sebagai rekayasa keuangan," urai Gayus Lumbuun. Ia berkeyakinan, kasus aliran dana BI ke berbagai pihak tersebut sudah dapat dituntaskan secara hukum. "Tanggungjawab secara hukum oleh Dewan Gubernur BI melalui keputusan-keputusan rapatnya sudah jelas dalam skandal keuangan dan penyuapan maupun gratifikasi kepada berbagai pihak," ungkap Gayus Lumbuun lagi. Jangan Sesatkan Publik Kembali menyangkut pencabutan keterangan dalam BAP, Gayus Lumbuun mengatakan, di tingkat penyelidikan pun, wajib dibuatkan Berita Acara, yang harus disampaikan kepada Penyidik. "Kalau KPK tidak mempersoalkan pencabutan terhadap poin yang paling utama pelaku yang mengarah ke penerima, maka memang benar-benar KPK mempunyai skenario yang sama untuk menutup kasus ini," katanya. Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan ini, lebih lanjut menilai, keterangan kalangan KPK mengenai kasus dugaan aliran dana Bank Indonesia ke beberapa oknum anggota parlemen, bisa menyesatkan publik. "Yaitu terutama mengenai keterangan bahwa pemeriksaan atas Rusli Simanjuntak (salah satu petinggi Bank Indonesia) belum dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Ini adalah pernyataan yang bisa menyesatkan publik," tegasnya. Karena, menurut Gayus Lumbuun, walaupun kasus ini di Komisi Pemberantasan Korupsi) KPK belum dalam proses penyidikan, namun KUHAP telah menentukan pada pasal 102 huruf 3 ayat (2) yang mewajibkan Penyelidik membuat BAP dan disampaikan kepada Penyidik. "Artinya sudah pernah ada berita acara terhadap keterangan Rusli Simanjuntak yang kemudian pada tanggal 6 Desember 2007 lalu dicabut. Dalam keterangannya semula (sebelum dicabut), Rusli Simanjuntak jelas telah menyebutkan secara rinci mengenai penyerahan sejumlah uang kepada anggota DPR RI," ungkapnya. Bahkan, demikian Gayus Lumbuun yang juga anggota Komisi III DPR RI ini, lokasi tempat penyerahan uang pun sudah sempat diungkapkan Rusli Simanjuntak dalam BAP tersebut. "Hal tentang pencabutan (BAP) ini pernah diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK, ketika itu Tumpak Hatorangan, dan juga disampaikan kepada BK DPR RI, tanggal 14 Januari 2008 yang lalu," ujar Gayus Lumbuun. Meskipun pencabutan BAP atau Berita Acara telah dilakukan di depan Penegak Hukum (yang secara sah melakukan tugasnya), dan itu memang dapat saja dilakukan, tetapi menurutnya, tindakan tersebut haruslah mempunyai dasar kuat. "Harus ada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan (dalam rangka pencabutan BAP) dan bukan untuk mengaburkan sebuah peristiwa hukum," tegas Gayus Lumbuun lagi. Karena itu, lanjutnya, tentang pencabutan BAP atau Berita Acara itu, haruslah diikutsertakan di dalam berkas perkara. "Ini penting, agar kasus ini menjadi terang, terutama pada tingkat proses selanjutnya," jelas Gayus Lumbuun.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008