Bandung ( ANTARA News) - Indonesia dianggap masih belum mempunyai perangkat hukum yang dapat mengenakan sanksi berat bagi maskapainya guna menjamin keselamatan penerbangan sehingga dalam pertemuan Tim Komisi Eropa November 2007 belum dapat merekomendasikan untuk mencabut larangan terbang tersebut.
"Meskipun kami sangat menghargai bahwa pemerintah Indonesia sudah melakukan perubahan dan perbaikan yang berkaitan dengan keselamatan udara sejak larangan terbang diberlakukan 4 Juli 2007," kata Direktur Jenderal Perhubungan dan Energi Komisi Eropa, Philippe Goillard kepada wartawan di Bandung setelah pertemuan dua hari mengenai "Pemetaan Keselamatan Penerbangan" di Bandung, Selasa.
Ia mengatakan, ada dua persyaratan yang masih belum ditindaklanjuti pemerintah Indonesia yakni belum adanya regulasi yang dapat memberikan sanksi berat kepada maskapai jika terjadi suatu kecelakaan dan disamping itu masih terbatasnya tenaga inspektur (pengawas) penerbangan dari pemerintah.
Menurut dia, pihaknya siap membantu pemerintah Indonesia untuk bekerjasama dalam hubungan dengan keselamatan secara teknis. Akan tetapi, katanya, yang dibutuhkan untuk upaya pencabutan sanksi tersebut adalah komitmen dalam rencana tindak secara konsekwen dan berkelanjutan.
Ia menyatakan, sanksi yang diberlakukan Tim Komisi Eropa untuk Indonesia ini hanya berlatar belakang pada penjaminan keselamatan penerbangan saja tidak berlatar belakang kebencian atau lainnya.
"Meskipun sebenarnya sanksi pelarangan tersebut dianggap berat bagi negara yang mengalaminya, tapi pihaknya hanya mempunyai tujuan utama adalah mengutamakan jaminan keselamatan penerbangan," kata Goillard.
Sehubungan hal tersebut, Direktur Sertifikasi Kelayakan Penerbangan Departemen Perhubungan Yurlis Hasibuan mengatakan, untuk regulasi keselamatan penerbangan Indonesia, pemerintah sudah mewujudkannya tapi hanya sebatas sanksi administrasi bagi awak pesawat saja. Akan tetapi peraturan yang berbentuk undang-undang yang akan memberikan sanksi perusahaan, maskapai masih belum dilakukan baru sebatas draf yang masih dalam proses yang panjang, katanya.
"Sedangkan tenaga pengawasan pada bulan ini sudah ditambah 30 tenaga baru lagi sehingga jumlah tenaga inspektur yang dimiliki pemerintah kini berjumlah 140 orang dan jumlah ini sudah cukup memenuhi syarat," kata Yurlis.
Pakistan Lebih Cepat
Indonesia bukan Negara satu-satunya yang mendapat sanksi pelarangan penerbangan ke Uni Eropa, yakni Pakistan dan Bulgaria juga pernah mengalami hal tersebut. Tetapi sanksi yang diberlakukan kedua negara tersebut tidak berlanjut lama.
Pakistan dapat sanksi pelarangan terbang untuk wilayah udara Eropa pada Maret 2007 tapi November 2007, pemerintah Pakistan berhasil melepaskan sanksinya tersebut.
Perwakilan dari Pakistan International Airline (PIA), Tariq A.Qureshi dalam pertemuan tersebut mengatakan, pemerintahnya dalam menanggapi pelarangan tersebut dengan serius, dengan melakukan perombakan di jajaran struktural baik di pemerintah maupun di operator. Kemudian membuat strategi rencana tindak jangka pendek dan jangka panjang serta melakukan komunikasi secara berkelanjutan dengan Dewan Penerbangan Komisi Eropa setiap ada perbaikan-perbaikan yang berhubungan dengan keselamatan penerbangan.
Ia menyatakan, dalam memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan UE anggaplah sebagai pembelajaran bukan semata-mata hanya untuk memenuhi standar UE tapi untuk keutamaan keselamatan penerbangan di negaranya.
"Yang penting dalam memenuhi standar keselamatan suatu penerbangan perlunya komunikasi yang harmonis antara operator dan regulator sehingga regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah benar-benar fokus pada keselamatan penerbangan," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008