Jakarta (ANTARA News) - Beberapa kalangan menantang presiden untuk menyelesaikan masalah kasus Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI) sebelum tahun 2008 selesai. "Bila masalah BLBI tidak selesai pada Agustus 2008, maka kasus ini akan kadaluarsa," kata Ketua Umum Masyarakat Profesional Madani, Ismeth Hasan Putro, dalam peluncuran buku "Skandal BI: Ramai-Ramai Merampok Negara" di Jakarta, Selasa. Menurut dia, kasus BLBI hanya bisa diselesaikan bila pemerintah benar-benar mau menyelesaikanya. "Sebab, kita bisa lihat bahwa BPK pada tahun 2000 telah memberikan laporan mengenai penyelewengan kasus ini," katanya. Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Marwan Batubara, mengatakan bahwa bila presiden bisa menyelesaikan hal ini, maka ia akan mendukung presiden pada pemilu 2009. "Presiden tidak perlu mencari dana kampanye, dengan menyelesaikan kasus ini maka presiden dapat memperoleh simpati dan kita akan mendukung pada 2009," katanya. Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Sri Edi Swasono, mengatakan bahwa kasus itu menyengsarakan rakyat. "Kasus BLBI tidak hanya hari ini, tapi hingga 2030 akan menyengsarakan rakyat. Apa pasal? Karena pemerintah juga harus membayar bunga obligasi rekap sebanyak Rp60 triliun per tahun," katanya. Padahal, menurut dia, bila uang itu tidak untuk membayar bunga obligasi, maka dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Untuk itu, ia mengatakan, pemerintah harus menghentikan pembayaran bunga obligasi tersebut. Sedangkan, mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin) Kwik Kian Gie, menceritakan bahwa awalnya bank-bank kolaps, maka pemerintah oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dipaksa untuk memperkuat modal perbankan dengan memberikan kucuran dana melalui obligasi rekap. "Bank BCA, misalnya, mendapatkan obligasi rekap sebesar Rp60 triliun untuk menyehatkannya, setelah itu oleh IMF diminta untuk dijual, dan dijual dengan harga Rp20 triliun, bagaimana ini, itung-itungan bisnisnya saya 'nggak nyampe'," katanya. Dan, ia mengemukakan, biaya bunga dari obligasi rekap tersebut kemudian harus dibayar oleh pemerintah setiap tahun. "Bank-bank yang dulu rusak dan dikucuri oleh pemerintah dengan uang, tidak ngapa-ngapain dapat dana dari pemerintah Rp60 triliun setahun, ini apa namanya," katanya. Untuk itu, ia mendesak, agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tegas terhadap masalah ini. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008