Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, Selasa sore terpuruk mendekati level Rp9.500 per dolar AS mencapai Rp9.490/9.495 (Pkl 15.10) dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.453/9.462 atau turun 37 poin. Dirut PT Finance Corpindo, Edwin Sinaga di Jakarta, Selasa mengatakan, koreksi harga terhadap rupiah dinilai wajar, karena pengaruh negatif pasar regional yang merosot, akibat memburuknya kinerja bursa Wall Street. Hampir semua pasar saham di dunia terkoreksi, akibat kekhawatiran krisis keuangan di Amerika Serikat dan Eropa yang berlanjut ke resesi, katanya. Rupiah, menurut dia, kemungkinan sudah berada di atas level Rp9.500 per dolar AS, apabila Bank Indonesia (BI) dalam waktu lama berada di pasar mengantisipasi tekanan pasar negatif yang terus terjadi. BI menjaga rupiah agar tidak terpuruk di atas level Rp9.500 per dolar AS, karena pada level berada di bawah level tersebut para eksportir masih aktif melakukan kegiatan usahanya. Ia mengatakan, rupiah juga masih mendapat tekanan gejolak domestik akibat kenaikan harga kedelai dan minyak sawit yang menimbulkan kekhawatiran Indonesia pada suatu saat akan mengalami krisis pangan. Jadi terpuruknya rupiah dan merosot harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan konsekuensi pasar, ucapnya. Indeks BEI saat ini (Pkl 14.45) turun 8,17 persen menjadi 209,165 poin yang tertekan merosot hampir semua saham yang diperdagangkan di pasar modal itu. Pasar saham itu semula diharapkan akan tetap memberikan pendapatan yang tinggi. Menurut dia, BI saat ini diperkirakan sedang berpikir untuk melakukan intervensi melihat tekanan pasar makin besar. Biasanya apabila tekanan negatif makin besar BI tidak akan turun ke pasar, karena intervensi tersebut tidak akan ada manfaatnya. Meski demikian BI tetap berada di pasar mengikuti perkembangan pasar uang domestik, apakah ada peluang untuk masuk menjaga rupiah agar tidak terpuruk lebih jauh, ucapnya. Investor, lanjut dia juga sudah kurang berminat menempatkan dananya di bank, mereka lebih cenderung bermain di pasar saham. Dengan kondisi ini, maka dana masyarakat yang ditempat di pasar modal akan terkena dampaknya. Namun diharapkan gejolak ini tidak berlangsung lama, meski sejumlah investor asing khususnya dari Amerika Serikat tetap berminat untuk bermain di pasar domestik, katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008