Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT Pertamina 2009 sampai dengan 2014 Karen Galaila Agustiawan langsung mengajukan banding setelah divonis bersalah melakukan korupsi dalam akusisi blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia.

"Inna lillāhi wa inna ilaihi rājiun, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, majelis saya banding," kata Karen di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Karen dalam perkara ini divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan korupsi dalam proses participating interest (PI) atas blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada tahun 2009 sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp568,066 miliar.

Meski dinyatakan bersalah, satu orang anggota majelis, yaitu hakim ad hoc Anwar yang menyatakan perbedaan pendapat (dissenting opinion) dengan menyatakan
Karen Galiala Agustiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, baik dakwaan primer maupun dakwaan subsider.

"Setelah dibuktikan tidak ada 'fraud', tidak ada aliran dana dan dari BPK sudah dinyatakan tidak ada kerugian negara. Hanya terus digunakan KAP (kantor akuntan publik) swasta yang dibuat-buat untuk membuat ini seolah-olah ada kerugiannya. Saya mengingatkan ini kepada direksi BUMN saat ini bahwa walaupun niatnya baik untuk memajukan BUMN, tidak ada kerugian negara oleh BPK, tidak ada aliran dana, tidak ada kepentingan pribadi masih bisa dikriminalisasi," ungkap Karen seusai sidang.

Ia mengingatkan bahwa para pejabat BUMN bisa saja "dikarenkan" bila kriminalisasi terus berlangsung.

"Saat ini saya harus mengajukan banding walaupun saya menghormati keputusan majelis hakim. Saya berterima kasih di antara majelis hakim masih ada satu membaca fakta persidangan dengan bukti yang ada. Saya berharap banyak sosok seperti hakim Anwar yang melihat ini secara utuh dan holistik dan lengkap karena fakta persidangan tidak bisa dipotong-potong dan dipenggal, apalagi tidak mengerti materinya," ungkap Karen.

Pengacara Karen, Susilo Aribowo, juga langsung meminta salinan putusan untuk membuat memori banding.

"Kami secara tegas menyatakan banding, kami butuh salinan putusan, mohon salinan putusan dipercepat supaya kami bisa membuat memori banding dengan sempurna," kata Susilo.

Susilo pun menilai vonis 8 tahun penjara untuk Karen tersebut sangat subjektif.
"Tidak jelas asal muasalnya dari mana. Karena ini berbeda dari putusan terdahulu, putusan ini ada yang 'dissenting opinion', sehingga saya tidak memahami mengapa anggota majelis hakim yang lain itu malah menjatuhkan putusan pidana penjara 8 tahun dengan denda Rp1 miliar," ungkap Susilo.

Dalam putusannya, empat orang anggota majelis hakim menilai bahwa Karen terbukti menguntungkan ROC Oil Company (ROC) Limited Australia Rp568,066 miliar karena tidak mengevaluasi proses akusisi dengan benar.

"Tindakan terdakwa selaku Direktur Hulu Pertamina atau Dirut Pertamina bertanggung jawab mengendalikan dan memonitor analisis dan mengevaluasi rencana akusisi. Akusisi tersebut menggunakan aset Rp568,066 miliar namun ada penurunan aset pertamina hulu energi yang berarti kerugian Pertamina. Maka majelis hakim yakin perbuatan terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan," kata anggota majelis hakim Rosmina.

Atas putusan itu, jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat juga langsung menyatakan banding.

Terkait dengan perkara tersebut, dua orang yang disebut bersama-sama melakukan korupsi bersama Karen sudah divonis bersalah.

Keduanya adalah Manajer Merger dan Akusisi PT Pertamina 2008 s.d. 2010 Bayu Kristanto divonsi bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama 8 tahun ditambah denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan.

Mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Ferederick ST Siahaan divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019