Bogor (ANTARA News) - Ayam lokal Indonesia tergolong memiliki tingkat resisten (daya tahan) cukup tinggi terhadap infeksi virus flu burung (avian influenza) dibanding ayam jenis lainnya di dunia seperti ayam lokal China, ayam lokal Afrika atau ayam broiler. Kesimpulan ini merupakan hasil riset laboratorium DNA Puslit Biologi LIPI dari 331 sampel darah ayam asli lokal tanah air yang dikumpulkan pada 2007 melalui metode sequencing dan PCR-RFLP. "Analisis DNA terhadap ayam lokal kita menunjukkan bahwa frekuensi allele A yang resisten terhadap virus AI berkisar 0,35-0,89," kata Peneliti Lab DNA Divisi Zoologi Puslit Biologi LIPI M Syamsul Arifin Zein di Cibinong Bogor, Senin. Dari 16 populasiB breed ayam lokal yang diteliti, urainya, ayam Cemani adalah yang paling resisten terhadap virus AI, yakni memiliki frekuensi allele A (genotip yang resisten) hingga 0,88. Kemudian ayam kampung termasuk yang juga cukup resisten, seperti ayam kampung Lampung 0,72, ayam kampung Banten 0,63, ayam kate 0,65 dan yang paling rentan virus AI adalah ayam kapas 0,35. Angka ini jauh jika dibandingkan dengan ayam lokal China (Asia Timur) yang frekuensi allele A-nya rata-rata hanya 0,22, atau ayam lokal Afrika 0,44, sementara ayam lokal India (Asia Selatan) sangat resisten mencapai rata-rata 0.64. Sementara itu ayam ras jenis broiler (pedaging) sangat rentan terhadap virus AI dengan frekuensi allele A hanya 0,22, namun ayam ras jenis petelur sangat resisten yakni mencapai 0,92. "Jadi kebijakan memusnahkan ayam secara massal untuk mencegah penyebaran virus AI selama ini tidak tepat, karena ini justru memusnahkan keanekaragaman genetika ayam, termasuk ayam yang sebenarnya resisten terhadap virus AI. Ayam yang resisten ini musnahnya karena dimusnahkan paksa oleh kebijakan," katanya. Menurut Syamsul, kebijakan ini mematikan industri peternakan ayam dan pangan dalam negeri. Padahal dari semua breed ayam lokal yang sekitar 32-35 breed bisa diteliti dengan analisis PCR-RFCP dengan mudah apakah ayam tersebut dari jenis yang resisten atau rentan. "Dengan mengetahui resisten atau rentannya ayam dari virus AI, maka untuk selanjutnya bisa dilakukan persilangan genetik ayam-ayam yang hanya memiliki frekuensi allele A agar keturunan ayam lokal berikutnya menjadi resisten," katanya. Sementara itu, peneliti Lab DNA LIPI lainnya, Sri Sulandari, mengatakan, Indonesia merupakan salah satu dari tiga lokasi tempat ayam hutan didomestikasi pertama kali. "Data dan hasil riset dari 23 negara, di dunia, ada tiga tempat yang menjadi awal domestikasi ayam hutan, yakni domestikasi ayam hutan di Cina pada 6.000 sebelum Masehi, domestikasi ayam hutan di India (2000 sebelum Masehi), dan ayam hutan di nusantara," katanya. Dari tiga lokasi itu kemudian menyebar ke berbagai tempat lain di dunia yang dapat dilihat pada pengelompokan di peta genetik. Ia mencontohkan, ayam di Eropa dan Afrika Utara yang berasal dari India, sementara ayam hutan Indonesia menyebar ke Madagaskar, Afrika Timur.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008