"Kalau tidak legal, pasti itu aspek pengawasan saja. Kita memang berharap banyak di Bea Cukai, tapi dari sisi pencegahan kita sudah minta ke Menteri Perdangangan (Mendag) untuk merevisi Permendag 31 Tahun 2016," kata Siti usai melakukan halal bi halal dengan jajarannya di Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin.
Revisi ini, menurut dia, perlu dilakukan untuk melakukan penegasan secara spesifik HS Code-HS Code dari barang apa saja yang bisa masuk Indonesia.
"Ini sudah dirapatkan juga beberapa kali di Menko Ekuin (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian). Saya sudah surati Mendag dan Kementeriannya sedang memproses revisi Permendag tersebut," kata Siti.
"Permendag tersebut harus lebih spesifik, mengingat definisi sampah, plastik maupun kertas juga menjadi perdebatan panjang dengan perindustrian dan perdagangan. Yang penting spesifikasi HS Code harus jelas ," ujar dia.
Selama ini, lanjutnya, izin impor ke luar dari Kementerian Perdagangan dan rekomendasi dari KLHK. "Izin itu ke luar dari Kemendag. Rekomendasi dari KLHK. Makanya kalau dari kita ketahan, mereka rewel".
Dan kalau rekomendasi dijalankan, menurut dia, biasanya oleh KLHK diperiksa di lapangan. "Jadi KLHK agak rewel memang".
Masuknya sampah-sampah plastik secara ilegal ke Indonesia sebenarnya bukan baru pertama terjadi. Pada 2015-2016, Indonesia juga sempat melakukan reekspor puluhan kontainer.
Siti menyebut pada 2016 sekitar 40 kontainer Indonesia pulangkan ke negara asalnya.
Pegiat lingkungan dari Bali Fokus Mochamad Adi Septiono sebelumnya juga mengatakan Indonesia perlu mengantisipasi dampak kebijakan National Sword dari China yang membatasi secara ketat impor sampah plastik. Negeri Tirai Bambu sebelumnya menyerap 45,1 persen sampah dunia, namun sejak Maret 2018 telah membatasi impor sampah.
"Sampah-sampah yang dihasilkan oleh negara-negara seperti Amerika biasanya dikirim ke China, kini setelah China melakukan kebijakan tersebut, negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam menjadi sasarannya," ujar dia.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019