Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 20 organisasi massa (Ormas) yang tergabung dalam Kesatuan Rakyat Adili Soeharto (Keras) menuntut agar mantan Presiden Soeharto tetap diadili sesuai atas "kejahatan" yang telah dilakukannya selama 32 tahun memimpin Indonesia. "Kita tahu bahwa selama 32 tahun, Indonesia berada di bawah kekangan kekuasaan Soeharto dimana rakyat Indonesia selalu menderita dan sengsara," kata koordinator lapangan Keras, Totok dalam orasinya dalam unjuk rasa yang dilakukan di depan Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), tempat Soeharto dirawat, Sabtu. Keras menilai, Indonesia sebagai negara yang demokratis harus bersikap tegas untuk mampu mengadili Soeharto sesuai dengan kesalahannya selama memimpin. Ia mengatakan, Tragedi 65 adalah awal kekuasaan Soeharto yang dibangun dengan darah serta berlanjut pada kekuasaan yang diwarnai berbagai tragedi berdarah, seperti peristiwa Malari, Kedung Ombo, kasus Marsinah, kasus wartawan Udin, kasus Tanjung Priok, kasus Trisakti, kasus Semanggi I dan II, dan lainnya. "Berbagai kejahatan kemanusiaan tersebut membuktikan bahwa Soeharto adalah jenderal pelanggar HAM dan orang yang paling bertanggung jawab terhadap kematian tiga juta sampai lima juta rakyat yang tidak berdosa," kata Totok. Kini, tambahnya, setelah 10 tahun reformasi, Soeharto dapat bernapas dengan lega dan tenang. Tidak ada satu pasal pun yang dapat menyeret Soeharto ke dalam jeruji penjara, bahkan tidak ada satu hakim pun yang berani memvonis Soeharto bersalah, dan tidak ada satu jaksa pun yang berani menuntut pertanggungjawaban atas dosa-dosa yang dilakukan. Totok menambahkan, pemberian SKP3 kepada Soeharto merupakan kebijakan yang mengingkari suara rakyat dan cita-cita reformasi. Karena itu, atas nama apapun, SKP3 harus dibatalkan dan dicabut demi keadilan. Selain itu Totok menegaskan, sakitnya Soeharto tidak serta merta dapat dijadikan senjata untuk memaafkan Soeharto, karena bagaimanapun rakyat masih ingat kekejaman Soeharto saat memimpin Orde Baru. Karena itu, demi keadilan dan kesejahteraan rakyat, Soeharto harus tetap diadili. Aksi tersebut diikuti oleh sejumlah aktivis dari sejumlah Ormas, antara lain Kontras, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Imparsial, dan Gerakan Mahasiswa. Mereka menggunakan mobil bak terbuka yang dilengkapi pengeras suara untuk menggelar orasi. Wakapolres Jakarta Selatan, AKBP Mulyatno mengatakan berdasarkan kesepakatan, aksi tersebut hanya dapat dilakukan di luar rumah sakit selama 20 menit. "Bagaimanapun, ini adalah rumah sakit, tempat orang dirawat, sehingga tidak pantas ada demo. Tapi untuk menampung aspirasi para pengunjuk rasa, maka kami berikan waktu 20 menit untuk menyampaikan aspirasi itu," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008