Jakarta (ANTARA) - Sejumlah perantau asal Provinsi Sumatera Barat, memilih menunda jadwal mudik ke kampung halaman karena masih berjualan saat Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriah.
"Saya baru bisa mudik hari ini, karena kemarin masih berjualan baju di pasar," kata Dika (27) salah seorang penumpang bus di Terminal Kalideres, Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan penundaan keberangkatan itu dikarenakan jual beli pada H-2 dan H-1 lebih ramai atau puncaknya sehingga terpaksa mengorbankan jadwal mudik.
"Selain itu saya juga harus menghabiskan sisa barang dagangan agar tidak rugi," kata pemuda asal Kota Bukittinggi tersebut.
Terkait alasan memilih bus sebagai
kendaraan mudik, ia mengaku agar lebih irit jika dibandingkan naik pesawat terbang. Namun, pemuda satu anak itu juga mengeluhkan lamanya antrean keberangkatan di Terminal Kalideres.
Hal senada juga disampaikan Agus (34) pemudik asal Sumatera Barat, yang mengaku menunda jadwal mudik karena mengutamakan berjualan di Pasar Kebon Pisang, Jelambar, Jakarta Barat.
"Ya terpaksa ditunda karena momen dan puncak jual beli itu saat hari H Lebaran," kata dia.
Selain itu, ia juga mengaku harus menghabiskan sisa barang dagangannya sebelum mudik sehingga terpaksa menunda jadwal ke kampung halaman.
Ketika ditanya alasan memilih bus saat mudik, ia mengatakan karena harga tiket pesawat yang terlalu mahal.
"Harga tiket bus hanya Rp475.000, kalau pesawat Rp2 juta lebih," ujarnya.
Calon pemudik asal Sumatera Barat lainnya, Feri (30) mengaku juga terpaksa menunda jadwal mudik karena pekerjaan di ibu kota belum selesai.
"Beberapa hari lalu masih kerja, jadi mengutamakan kerja dulu baru mudik menyusul," ujarnya.
Kepala Terminal Kalideres, Revi Zulkarnain, membenarkan jumlah pemudik masih ada di terminal setempat namun tidak terlalu signifikan jika dibandingkan saat arus mudik.
Ketika ditanya berapa jumlah pasti penumpang yang masih mudik pada H+2, ia belum memilikinya karena masih fluktuatif. Namun, diperkirakan tidak lebih dari 100 orang.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019