Oleh Arif Rifai Dwiyanto *) Bandung (ANTARA News) - Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) selama ini terhitung sangat membebani keuangan negara. Harga minyak dunia yang berada di kisaran 100 dolar Amerika Serikat (AS) per barrel, jauh diatas perkiraan harga minyak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2008, semakin meningkatkan beban subsidi tersebut. Nilai subsidi BBM pada tahun anggaran 2008 diperkirakan berkisar antara Rp56 triliun sampai dengan Rp90 triliun. Untuk itu, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut, agar tidak membebani keuangan negara, dan juga tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Upaya yang telah dilakukan pemerintah mulai dari pengalihan penggunaan minyak tanah ke gas, sampai pengalihan BBM untuk kendaraan. Pengalihan BBM kendaraan dilakukan dengan dimulainya produksi bensin RON 90 di kilang Plaju, yang selanjutnya akan diproduksi juga di kilang Balongan. Pemasaran bensin jenis baru itu direncanakan akan dilakukan di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), Banten, Bali, Batam. RON 90 direncanakan akan tetap disubsidi, namun dengan nilai subsidi yang tetap, dan harganya menyesuaikan dengan harga internasional, sehingga berbeda dengan RON 88 yang dipatok pada harga tertentu. Pembatasan jumlah BBM RON 88 disetiap Stasion Pengisian Bahan-bakar Umum (SPBU) diperkirakan akan menimbulkan gejolak. Masyarakat akan mengantri BBM RON 88 mengingat suplai RON 88 dibatasi. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) belum memutuskan metode apa yang akan digunakan untuk mengindari gejolak massa. Apakah dengan kupon, pencatatan plat nomor kendaraan atau dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengemudi. Ada juga yang mengusulkan penggunaan kartu cerdas (smart card) berteknologi digital layaknya kartu telepon dan kartu bank untuk memantau subsidi tersebut. Tentu saja diperlukan metode yang murah dan sederhana untuk pengalihan sistemnya, tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat. Dan, salah satu cara pengalihan dapat dilakukan melalui pendekatan psikologis. Pengalihan dapat dilakukan dengan menandai kendaraan yang menerima subsidi dan kendaraan yang tidak menerima subsidi. Ide dasar dari metode itu adalah menempelkan stiker pada setiap kendaraan yang menggunakan BBM Bersubsidi. Program ini dinamakan Program Stikerisasi Kendaraan atau disingkat PSK. Program stiker subsidi tersebut juga bukan hal yang baru, layaknya pada saat pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT), pemerintah meminta setiap rumah yang menerima BLT untuk dipasangkan stiker sebagai penanda penerima bantuan. Penggunaan stiker yang menginformasikan BBM yang digunakan oleh kendaraan sudah umum dilihat, terutama pada bus-bus. Dengan bangga bus tersebut menempelkan stiker besar bertuliskan: "Bus Ini Menggunakan Bahan Bakar Gas" atau "Bis Ini Menggunakan Biodiesel". Kendaraan yang menggunakan Bahan Bakar Bersubsidi nantinya juga akan ditempelkan stiker yang menandai BBM yang digunakan, namun dengan efek psikologis yang berbeda. Stiker yang ditempelkan bertuliskan: "Kendaraan Ini Menggunakan Bahan Bakar Bersubsidi". Berbeda dengan stiker untuk bus tadi, maka stiker itu "mengondisikan" pemilik kendaraan untuk segera melepaskannya. Stiker harus dirancang cukup menyolok, sehingga mudah dilihat dari jarak tertentu. Sebagai contoh untuk mobil, stiker dapat ditempel di bagian samping dekat tangki pengisian BBM, jendela depan dan belakang, serta plat nomor. Untuk motor ditempelkan di depan dan bagian belakang pada "splatboard" dan plat nomor kendaraan. Di SPBU, maka pengaturannya adalah dengan membedakan pompa tangki untuk BBM bersubsidi dan BBM tidak bersubsidi. Petugas pompa bensin hanya diizinkan untuk mengisi BBM bersubsidi untuk kendaraan yang telah ditempeli stiker subsidi sesuai dengan aturan. Jika kendaraan tersebut belum ditempeli stiker subsidi, maka pemilik kendaraan dapat meminta untuk ditempelkan stiker tersebut langsung di SPBU tanpa dipungut biaya. Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) kendaraan tersebut dicap untuk menandakan bahwa kendaraan tersebut sudah ditempeli stiker subsidi. Hal itu untuk mencegah pemilik kendaraan melepas stiker, dan meminta untuk ditempelkan kembali pada saat pengisian berikutnya. Beberapa kemungkinan kendala pada saat operasional, diantaranya adalah pemilik kendaraan akan melepas stiker pada saat selesai mengisi dan menempelkannya kembali pada saat hendak mengisi. Oleh karena itu, stiker pun harus dibuat cukup kuat dan tahan lama, serta dibuat mekanisme untuk menandai pelepasan, seperti mekanisme yang ada pada stiker segel. Kemudian petugas pengisian juga diwajibkan untuk memeriksa apakah stiker ditempel sesuai dengan aturan. Kendala lainnya, pemilik kendaraan bisa menempelkan stiker temporer di atas stiker subsidi kemudian melepaskannya pada saat mengisi BBM dan memasangnya kembali setelah itu. Oleh karena itu, stiker harus ditempel di beberapa tempat dan cukup besar. Polisi juga perlu melakukan razia bagi kendaraan yang menutupi stiker tersebut. Kemungkinan kendala operasional lainnya adalah petugas SPBU mengisi kendaraan tanpa stiker subsidi dengan bahan bakar bersubsidi. Oleh karena itu pula, SPBU perlu mendapatkan sanksi secara tegas bila melakukan praktik semacam itu. Kendaraan tanpa stiker bersubsidi hanya bisa mengisi di pompa tanpa subsidi di SPBU. Selain itu, agar lebih menarik, maka kendaraan pada saat pengisian BBM akan diberikan pelayanan lebih, misalnya pengelapan kaca, ban dan velg mobil, mendapatkan kupon yang bisa ditukarkan dengan cendera mata, undian berhadian dan sejumlah pilihan menarik lainnya. Hal itu untuk mendorong pengguna BBM bersubsidi untuk beralih dan menggunakan bahan bakar tanpa subsidi. Pemilik kendaraan tersebut boleh berbangga, karena sudah mandiri dan tidak perlu mendapatkan bantuan subsidi lagi dari pemerintah. Untuk kendaraan pemerintah, maka sebaiknya tidak menggunakan Bahan Bakar Bersubsidi. Hal itu dilakukan sebagai contoh untuk masyarakat dan juga untuk mendorong penggunaan BBM di instansi pemerintah, agar lebih efisien. Kendaraan dinas hanya digunakan untuk keperluan kedinasan saja. Kendaraan operasional perusahaan yang merangkap iklan, seperti yang banyak digunakan oleh operator-operator telepon selular, tentunya akan sungkan jikalau harus ditempelkan stiker subsidi di atas merek dagang mereka. Kendaraan mewah tidak dilarang untuk menempelkan stiker subsidi, jika ingin menggunakan bahan bakar bersubsidi. Program Stikerisasi Kendaraan tersebut sangat praktis, sederhana, murah, dan bisa diimplementasikan dengan cepat sehingga sangat memungkinkan untuk segera diterapkan. Secara psikologis program ini akan mendorong masyarakat untuk menggunakan BBM tanpa subsidi. Pemerintah tidak perlu mengurangi ketersediaan Bahan Bakar Bersubsidi secara signifikan, stok tetap tersedia seperti biasa sehingga tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat. Kalau program stikerisasi kendaraan ini dipertimbangkan untuk diterapkan oleh pemerintah dan mendapat dukung penuh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maka masyarakat harus dapat memahami bahwa pemerintah telah mengalokasikan anggaran yang begitu besar untuk subsidi BBM. Untuk itu, pemerintah tidak meminta banyak, pemerintah hanya meminta agar kendaraan yang ingin menggunakan BBM bersubsidi tersebut ditempelkan stiker subsidi yang dibagikan secara gratis. *)Arif Rifai Dwiyanto (ard@pengetahuan.org, ard@mancamedia.com) adalah Ketua Yayasan Pengembangan Sumber Daya Pengetahuan di Bandung, Jawa Barat; dan Salah Seorang Pengembang Perpustakaan Digital di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008