Palu (ANTARA News) - Dua aliran keagamaan baru muncul di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), namun sejauh ini keberadaannya belum meresahkan masyarakat, kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Palu, Aman Sumantrie SH.Di Palu, Jumat, ia mengatakan bahwa telah melakukan penelitian melalui pengumpulan informasi awal untuk dijadikan dasar berkoordinasi dengan pimpinan organisasi keagamaan yang berhubungan dengan kedua aliran baru tersebut. Sumantrie, yang juga Ketua Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Palu, menolak menyebutkan nama kedua aliran baru yang berkembang tersebut. Namun, ia menjelaskan, pengikut kedua aliran itu kurang dari 100 orang, dan merupakan sekte dari salah satu agama yang dianut penduduk setempat. "Yang jelas bukan kelompok yang belakangan ini menyedot perhatian masyarakat, seperti Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Ahmadiyah, aliran Pasti (kelompok zikir), atau agama Baha`i," katanya. Sumantrie tidak mau gegabah menetapkan aliran baru tersebut sesat, karena menurut dia, penilaiannya harus melalui prosedur. Selain itu, katanya, pihak kejaksaan lebih mengedepankan tindakan preventif agar pengikut aliran baru tersebut dapat kembali ke keyakinan sebelumnya atau induk agama dari sekte yang dianut. Prosedur dimaksud, menurut dia, perlu melakukan penelitian awal, melakukan rapat paripurna internal Pakem, mengundang pimpinan ormas keagamaan terkait, mengundang pimpinan sekte/aliran, meminta izin pelarangan dari Kejaksaan Agung, selanjutnya keputusan pelarangan tersebut diserahkan kepada polisi untuk mengambil tindakan. "Tapi yang terpenting bagi kami yaitu melakukan pendekatan terlibih dahulu, sebab berdasarkan anlisa ditengarai maraknya aliran baru menjadi sasaran memecah belah bangsa," kata dia.Setelah vakum sekitar 10 tahun sejak 1998, Pakem Palu kini kembali aktifkan melakukan kegiatan setelah melakukan rapat koordinasi dengan instansi terkait, seperti polisi, TNI, Pemerintah Daerah setempat, serta organisasi sosial-keagamaan. Sumantrie mengatakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, dalam Pasal 30 Ayat (3) disebutkan bahwa kejaksaan sebagai koodinator dalam mengawasi kegiatan sekte keagamaan atau aliran kepercayaan sesuai tingkatannya. "Olehnya saya berharap masyarakat, khususnya pers dapat memberikan informasi aliran baru yang muncul di tengah masyarakat," katanya. Sumatrie mengakui penindakan terhadap aliran baru yang dinyatakan sesat acapkali berbenturan dengan kelompok pejuang Hak Azasi Manusia. Karena itu, Pakem khususnya kejaksaan mengedepankan prosedur hukum dalam bertindak. "Tak ada HAM yang dilanggar, jika berjalan sesuai koridor hukum," katanya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008