Serang (ANTARA) - Tiap tahun memasuki Bulan Ramadhan, khususnya mendekati Lebaran merupakan kesempatan baik bagi pedagang musiman untuk meraup keuntungan besar, terutama yang berjualan di sekitar wilayah keramaian seperti pelabuhan, stasiun kereta api atau terminal bus.
Bulan suci Ramadhan yang penuh berkah dan bulan yang ditunggu-tunggu umat Islam untuk mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya itu, sepertinya juga momen yang ditunggu-tunggu oleh para pedagang musiman yang ingin meraih keuntungan besar.
Kenapa demikian, tradisi di Indonesia, seusai menunaikan ibadah puasa wajib sebulan penuh, sebagian besar perantau melakukan mudik bersama keluarga ke kampung halamannya baik menggunakan kendaraan pribadi, dan tidak sedikit pula memanfaatkan transportasi darat seperti bus, transportasi laut dan udara.
Sudah pasti ribuan orang akan berduyun-duyun menuju terminal dan pelabuhan penyeberangan. Kemudian sampai di tujuan menunggu beberapa lama sampai transportasi yang ditumpangi datang.
Kesempatan itulah yang dimanfaatkan oleh sejumlah pedagang musiman, menjajakan dagangannya kepada para pemudik yang sedang menanti datangnya kendaraan bus atau kapal di pelabuhan, seperti yang terjadi di Pelabuhan Merak, Banten, pada Bulan Ramadhan 1440 Hijriah ini.
Hampir seluruh pedagang musiman di sekitar Pelabuhan Merak itu mampu menjual dagangannya sampai ludes (habis), dan ada juga yang menjual dengan harga yang lebih tinggi dari harga normal, sehingga mereka pun mendapatkan keuntungan yang besar.
Udin misalnya, pedagang asongan yang mangkal baru dua hari di Pelabuhan Merak itu bisa mengeruk keuntungan sampai Rp300.000. "Sudah dua hari saya disini, Alhamdulillah sudah dapat untung Rp300.000," kata Udin, Minggu (2/6).
Udin mengatakan, berjualan musiman di Pelabuhan Merak itu sangat membantu para pedagang asongan untuk meningkatkan pendapatan untuk kebutuhan keluarganya.
Para pedagang asongan itu menjajakan aneka makanan, minuman hingga penjual asesoris telepon genggam di sekitar kawasan pelabuhan.
Selain itu juga berkeliling di tempat keramaian penumpukan pemudik di sekitar dermaga.
"Kami berjualan selama arus mudik bisa mengeruk keuntungan bersih sekitar Rp2,5 juta, karena hal itu berdasarkan pengalaman tahun lalu," ujar Udin yang berjualan dodol dan kurma.
Begitu juga Ibu Meti, pedagang minuman yang mengaku mampu menghasilkan keuntungan sekitar Rp200.000/hari.
Keuntungan sebesar itu jelas membuat Ibu Meti lega, karena bisa membelikan pakaian Lebaran untuk tiga anaknya, bahkan masih bisa memenuhi kebutuhan untuk membuat kue Lebaran.
"Kami sudah lima tahun berturut-turut tiap mendekati Lebaran berjualan di sini, dan cukup membantu ekonomi keluarga," kata Meti.
Ia mengaku bahwa dirinya berjualan minuman di Pelabuhan Merak hanya memanfaatkan arus mudik dan arus balik Lebaran saja. Kegiatan sehari-harinya sebagai ibu rumah tangga.
Meskipun acap kali mendapat teguran dari petugas yang melarang berjualan di dalam pelabuhan, namun sepertinya para pedagang asongan itu tidak menghiraukannya, dan seperti main "kucing-kucingan" dengan petugas mereka berhasil juga menjual dagangannya.
Puluhan pedagang asongan di Pelabuhan Merak menawarkan kepada pemudik yang ada di dermaga sambil menunggu kedatangan kapal roll on roll off atau Roro untuk menyeberang menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung.
"Kami berjualan hanya menggunakan kantong plastik besar untuk menawarkan berbagai jenis minuman kepada pemudik," kata Yamin, seorang pedagang asongan saat ditemui di Dermaga VII.
Laris manis
Lain lagi cerita pedagang yang berjualan jauh dari terminal atau pelabuhan, tapi mampu menjual dagangannya laku sampai lima kali lipat dibandingkan hari normal.
Pedagang dodol di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, mengaku dagangannya laku lima kali lipat menjelang Lebaran 2019 bila dibandingkan penjualan kuliner khas tersebut pada hari biasa.
"Sejak H-4 hingga H-1 Lebaran tahun ini, setiap hari laku terjual 50 kg dodol," kata Aceng Nanda (26) seorang pedagang dodol di Tigaraksa Tangerang.
Aceng mengatakan pada hari biasanya hanya mampu menjual dodol sebanyak 10 kg, itu pun pada Sabtu dan Minggu saja.
Namun, pada hari menjelang Lebaran, biasanya konsumen ada yang memesan untuk dibawa ke kampung halaman sebagai oleh-oleh kepada saudara.
Aceng tidak sendiri berjualan dodol, tapi juga ada Asep, Mulya, Dudung, Teteh Imas serta belasan pedagang serupa yang sengaja menggelar usaha di dekat pintu gerbang kantor Pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang.
Para pedagang tersebut berasal dari Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang letaknya memang bersebelahan dengan Kabupaten Tangerang.
Sedangkan dodol yang dijual Asep dan rekan lainnya dalam bentuk digulung dengan plastik dalam beberapa ukuran.
Menurut dia, dodol gulung dengan berat dua ons dengan harga Rp10.000 dan berat 1/2 kg dengan harga Rp25.000 serta berat satu kg Rp50.000.
"Dodol gulung itu ada yang panjang 30 cm hingga 60 cm dan banyak pembeli adalah ukuran 30 cm," kata warga Kampung Ciwarung, Desa/Kecamatan Tenjo, Bogor itu.
Bahkan ada juga dodol yang dijual mengunakan toples bening ukuran segi empat sebesar Rp70.000, tapi peminat banyak yang toples bulat harga Rp35.000.
Dodol yang dijual tersebut dikemas menggunakan wijen sehingga dari luar plastik terlibat ada bintik dan tidak hanya polos.
Asep juga menjual dodol super yang harga setiap kg mencapai Rp70.000, tapi peminatnya kurang bila dibandingkan dengan dodol gulung biasa.
Dodol merupakan kuliner yang dimasak mengunakan bahan beras ketan, gula aren, gula putih dan santan kelapa, jika di Sumatera Barat disebut "kalamai".
Dodol asal Tenjo, katanya, tidak hanya dijual di Tigaraksa, tapi ada ratusan pedagang keliling lainnya yang menjajakan di Kabupaten Tangerang.
Lebaran atau perayaan Idul Fitri, tak sekadar penyempurna ibadah, tetapi juga meluang rezeki bagi mereka yang rajin dan kreatif.*
Baca juga: Pedagang kaki lima Lasiana dapat keuntungan selama liburan Idul Fitri
Baca juga: Omzet pedagang ketupat meningkat di hari Lebaran
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019