Karanganyar (ANTARA News) - Hawa dingin yang menyelimuti kawasan Astana Giribangun Karanganyar, Jawa Tengah, tidak menyurutkan semangat puluhan wartawan media cetak dan elektronik untuk bertahan di lokasi itu demi mendapatkan berita seputar mantan Presiden Soeharto. Keberadaan para wartawan itu tidak lain untuk mengikuti perkembangan yang terjadi di lokasi itu yang terus dikaitkan dengan kondisi kesehatan mantan Presiden Soeharto yang hingga masih dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta. Astana Giribangun merupakan kawasan yang dibangun keluarga besar Soeharto sebagai pemakaman keluarga, dan di sana pula jenazah Ibu Tien Soeharto dimakamkan. Tidak sedikit wartawan, terutama dari media elektronik nasional, seperti televisi, yang memilih bertahan di sekitar makam ini agar tidak tertinggal momen yang terjadi di tempat ini sedikit pun. Untuk melaksanakan aktivitasnya di daerah yang berada di kaki Gunung Lawu itu, seringkali menguras, sehingga mereka memerlukan asupan makanan yang mencukupi. Itulah sebabnya, bagi mereka, satu-satunya penjual makanan di sekitar lokasi itu, warung milik Mbah Pawiro, sangat membantu para dalam memenuhi kebutuah perut. Pemilik warung bernama lengkap Pawiro Wiyono (65) itu setiap harinya menghidangkan nasi pecel. Itulah satu-satunya menu yang tersedia buat para wartawan atau pun para pengunjung makam kerabat Pura Mangkunegaran Surakarta itu. Warung makan berdinding bata dengan luas sekitar tiga kali enam meter persegi yang berlokasi di pinggir jalan Matesih-Girilayu, Karanganyar itu, berdiri 15 tahun lalu. Mbah Pawiro mengaku, warung itu berdiri sesaat sebelum Mangkunegoro VIII meninggal dan di makamkan di Astana Mangadeg, makam yang berada di atas Astana Giribangun. Menurut dia, berdirinya warung nasi pecel itu merupakan permintaan langsung sejumlah kerabat Pura Mangkunagaran saat itu. "Waktu itu ada kerabat dari Mangkunagaran yang meminta saya untuk berjualan makanan di tempat ini. Tujuannya agar tamu yang datang berziarah ke kompleks makam ini ada tempat untuk istirahat atau sekedar makan," katanya. Ia mengatakan, selama belasan tahun berjualan di tempat itu dia juga mengalami pasang surut jumlah pembeli. Meski demikian, ia tetap bisa membiayai kehidupan anak-anaknya, hingga keenam anaknya kini telah berkeluarga seluruhnya. Nasi pecel Mbah Pawiro yang murah meriah itu juga menjadi langganan bagi para tamu, yang rata-rata memiliki kedudukan dan pangkat. Ia menuturkan, para tamu istimewanya ini biasanya berkunjung saat malam Jumat Kliwon. Mereka berziarah ke Astana Mangadeg, yang merupakan makam Mangkunegoro I, II, dan III. "Astana Mangadeg dipercaya para peziarah bisa memberi berkah dalam hal pangkat atau kedudukan. Tiap malam Jumat, apalagi di bulan Sura, mereka datang untuk melakukan tirakat," katanya. Jika saat itu tiba, Mbah Pawiro dapat berjualan hingga dini hari, sekadar menemani para peziarah yang seolah mengharapkan petunjuk dari ritual yang dilakukan itu. Kembali Ramai Saat ini, kata dia, meski tidak bertepatan dengan malam Jumat, wilayah Giribangun ini selalu ramai dan warung Mbah Pawiro menjadi tempat untuk sejenak menghilangkan lelah. Kembali maraknya kawasan ini, menurut dia, tidak terlepas dari kondisi kesehatan Pak Harto yang kritis dan harus di rawat di rumah sakit. "Terakhir kali kawasan ini dipenuhi pengunjung yang ingin berziarah, baik ke Astana Giribangun, Mangadeg atau Girilayu, setelah meninggalnya Bu Tien, tahun 1996," katanya. Ia mengatakan, selama lebih kurang dua tahun, kawasan ini menjadi salah satu lokasi tujuan wisata populer. Di sekitar lokasi ini juga bermunculan pedagang makanan dadakan yang mencoba untuk meraup rezeki. Namun, pascaturunnya Pak Harto, 1998, kawasan itu berangsur-angsur sepi. Bahkan para pedagang dadakan pun perlahan-lahan berjatuhan karena sepinya pembali. Namun sekarang, masa itu sepertinya telah kembali. Para pengunjung yang sekadar ingin tahu kondisi Astana Giribangun, silih berganti datang, meski mereka tidak diizinkan untuk masuk ke bagian dalam makam. Pesanan Karena menjadi satu-satunya tujuan untuk melepas rasa lapar, warung pecel Mbah Pawiro ini juga dikenal oleh Keluarga Besar Cendana. Meski belum pernah secara langsung bertemu dengan orang nomor satu di era Orde Baru itu, pecel Mbah Pawiro ini tetap menjadi satu-satunya pilihan keluarga itu. Ia mengungkapkan, setiap keluarga Pak Harto datang beriarah ke makam Ibu Tien Soeharto, mereka tidak pernah melewatkan untuk menyantap pecel buatannya itu. "Kalau bukan untuk anggota keluarga, minimal pesanan untuk pegawai keluarga yang jumlahnya cukup banyak," katanya. Ia mengaku belum pernah bertemu langsung dengan Pak Harto, walau pun keluarga mantan Presiden itu berkali-kali berziarah ke Giribangun. "Yang pernah mampir langsung ke warung saya ini hanya Mbak Tutut (Siti Hardiyanti Rukmana) dan sempat bicara sebentar sambil pesan pecel," katanya.(*)

Oleh Oleh I Citra Senjaya dan Heru
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008