Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) mengabulkan permohonan mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Nazaruddin Sjamsuddin, karena ditemukan kekhilafan hukum dalam putusan tingkat pertama hingga tingkat kasasi. Ketua majelis hakim PK, Iskandar Kamil, di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Kamis, mengatakan permohonan PK Nazaruddin hanya dikabulkan sebagian sehingga majelis PK tetap menjatuhkan hukuman 4,5 tahun penjara. "Novum (bukti baru-red) memang ada dalam permohonan PK, tetapi tidak dipertimbangkan. PK dikabulkan sebagian karena ada kekhilafan hukum dalam putusan sebelumnya," tutur Iskandar. Sesuai rumusan pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ganti rugi hanya dibayarkan sejumlah yang diterima oleh terdakwa atau terpidana dari perbuatan korupsi yang didakwakan. Putusan pengadilan tingkat pertama hingga tingkat banding memerintahkan Nazaruddin membayar Rp5,032 miliar, yaitu sejumlah kerugian negara yang timbul akibat perbuatan korupsi yang didakwakan. Pada putusan kasasi, jumlah itu menurun menjadi Rp1,068 miliar setelah dipotong dengan jumlah barang bukti yang telah disita oleh KPK. Pada tingkat PK, Iskandar menjelaskan, Nazaruddin hanya terbukti menerima uang 45 ribu dolar AS dari rekanan asuransi sehingga hanya jumlah tersebut yang harus dibayar olehnya. "Dalam berkas itu, yang bisa dibuktikan hanya 45 ribu dolar AS, itu bukan jumlah kerugian negara, tetapi yang diterima oleh terpidana," ujarnya. Majelis hakim agung yang diketuai Iskandar Kamil dan beranggotakan Kaimuddin Sale, Leopold Hutagalung, Sofian Natabaya serta Ojak Parulian Simandjuntak pada 4 Juni 2008 mengabulkan sebagian permohonan PK Nazaruddin. Majelis PK mengurangi hukuman Nazaruddin dari enam tahun penjara pada tingkat kasasi menjadi 4,5 tahun penjara pada tingkat PK. Majelis PK juga hanya menjatuhkan hukuman ganti rugi 45 ribu dolar atau setara Rp450 juta dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. Majelis PK menyatakan Nazaruddin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak korupsi bersama dengan Kepala Biro Keuangan KPU, Hamdani Amin, dalam pengadaan asuransi di KPU. Namun, majelis menyatakan dakwaan kedua terhadap Nazaruddin tidak terbukti. Dakwaan kedua itu adalah pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang menerima sesuatu yang berkaitan dengan jabatan. Iskandar mengatakan, selain menerima uang 45 ribu dolar dari rekanan asuransi, Nazaruddin tidak terbukti menerima dana dari rekanan lain. "Untuk pembuktian kita sudah ada aturan harus minimal dua alat bukti. Dalam hal ini, syarat minimal dua alat bukti itu tidak terpenuhi," ujarnya. Sementara itu, kuasa hukum Nazaruddin, Hironimus Dani, menyatakan kliennya sudah mengembalikan uang 45 ribu dolar yang diterima dari rekanan asuransi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Uang itu sudah dikembalikan Nazaruddin ke KPK saat ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008