Jakarta (ANTARA News) - PT Adhi Karya (Persero) Tbk menunggu keputusan final mengenai right issue (penerbitan hak memesan terlebih dahulu), yang pelaksanaannya terpaksa mundur dari rencana semula paling lambat Oktober 2007.
"Kita masih menunggu karena masih dibahas sampai saat ini," kata Direktur Utama PTB Adhi Karya, Syaiful Imam, di Jakarta, Kamis.
Pihaknya mengharapkan dalam bulan ini ada keputusan final mengenai rencana "right issue" mengingat Adhi telah menanti keputusan tersebut sejak 2007.
Ia mengaku belum dapat pemberitahuan soal sumber dana yang akan digunakan untuk proses "right issue" tersebut.
"Soal dana kita belum tahu dari mana sebab memang masih dibahas sampai saat ini," katanya.
Sebelumnya, manajemen Adhi tidak mempersoalkan keterlambatan rencana right issue yang semula dijadwalkan terealisasi Oktober 2007.
Manajemen berpendapat, mundurnya rencana "right issue" yang semula dijadwalkan paling lambat Oktober 2007 tidak berpengaruh nyata, yang penting jangka panjang penerimaan dananya.
Semula, manajemen Adhi menargetkan "right issue" di awal tahun 2007, tetapi melihat kondisi pasar termasuk situasi pemerintah beserta birokrasinya terpaksa tertunda.
Hingga kini, rencana "right issue" masih dihadapkan pada kendala birokrasi di mana pelaksanaan harus mendapat persetujuan Komite Privatisasi, Menteri Keuangan, dan DPR yang keseluruhannya memerlukan waktu yang tidak sebentar.
Oleh karena itulah kemudian pihaknya tidak lagi mempermasalahkan waktu yang kemungkinan mundur dari rencana "right issue" semula.
Seperti diketahui, saham pemerintah di perusahaan jasa konstruksi tersebut sebesar 51 persen. Agar saham pemerintah tetap mayoritas setelah aksi korporasi "right issue" harus ada pembelian saham "right issue" sekitar Rp306 miliar.
Atau pun kalau mau menyuntikkan dana itu sebelum "right issue", secara teoritis porsi saham pemerintah di Adhi Karya naik menjadi 67 persen, namun setelah "right issue" terdilusi dengan tetap pada porsi saham 51 persen.
Manajemen Adhi Karya memperkirakan perolehan dana dari "right issue" sebesar Rp600 miliar.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008