Jakarta (ANTARA News) - Pengamat multimedia dan pakar telematika, Roy Suryo, berkeyakinan bahwa naskah Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang beredar selama ini adalah palsu."Saya mengatakan, naskah yang beredar itu palsu," katanya kepada wartawan seusai menghadiri acara malam penganugerahan "people of the year 2007" harian Seputar Indonesia di Jakarta, Rabu (16/1) malam.Dalam kesempatan itu, Roy bahkan membagikan selebaran yang berisi empat buah versi Supersemar yang diberi tanda huruf A,B,C, dan D. Roy kemudian menunjuk perbedaan Supersemar yang menurut dia palsu dan asli. Dari selebaran tersebut, memang ada perbedaan terutama pada bentuk tanda tangan Presiden Soekarno, tata cara atau justifikasi penulisan spasi, rata kanan-kiri, jarak penulisan antar-huruf pada kata Jakarta di akhir surat, serta adanya logo pada kepala surat. "Naskah supersemar A,B, dan C sumbernya tidak jelas dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, sedangkan naskah yang D, ada dalam film selluloid asli yang dimiliki oleh Arsip Nasional Republik Indonesia," kata Roy. Film selluoid asli milik ANRI juga merekam kejadian bersejarah saat ketiga pejabat militer pembawa Supersemar yaitu Brigjen Amir Machmud, Mayjen Basuki Rachmat, dan Brigjen M Yusuf pulang dari Istana Bogor dengan membawa sebuah naskah kepada Presiden Soekarno. "Awalnya dari sini, entah bagaimana kemudian bisa beredar beberapa naskah," katanya. Oleh karena itu, Roy menegaskan bahwa tidak perlu dipertanyakan lagi bahwa yang asli surat yang ada filmnya yang ada pada ketiga jenderal dan itu adalah naskah yang D. Saat pidato kenegaraan terakhir Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1966, tambah Roy, juga jelas disebutkan bahwa supersemar sebenarnya bukan pengalihan kekuasaan, melainkan pengalihan pengamanan. Perintah pengamanan jalannya pemerintahan, dan perintah pengamanan keselamatan Presiden Soekarno. "Saya berani menyimpulkan, karena yang lain-lain tidak pernah jelas sumbernya. Tapi, kalau yang D jelas saat surat itu terbit," katanya. Roy menambahkan bahwa dirinya bukan orang yang pertama meragukan kebenaran supersemar yang beredar. Karena itu, menurut dia , perlu dimulai dari sekarang untuk meneliti dan melakukan verifikasi lebih lanjut oleh sejarawan dan para pakar lainnya.(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008