Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah meminta importir kedelai mengeluarkan stok cadangan yang dimiliki ke pasaran guna menstabilkan harga komoditas pangan tersebut yang belakangan ini meningkat cukup tajam. Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Departemen Pertanian, Djoko Said Damardjati, di Jakarta, Rabu, mengatakan pihaknya dengan Departemen Perdagangan telah melakukan pembahasan untuk menstabilkan harga kedelai ke tingkat semula yakni Rp4.000/kg. Sementara itu, tambahnya, saat ini ditingkat importir masih terdapat stok cadangan kedelai sekitar 200-300 ribu ton yang diharapkan masih bisa digelontorkan ke pasar untuk mengendalikan harga kedelai saat ini. "Saat ini kebutuhan kedelai per hari mencapai 6.00o ton dan sampai bulan Maret dengan cadangan stok di importir sebanyak 300 ribu ton supaya dikeluarkan sehingga bisa membuat harga stabil," katanya. Dia menambahkan, bukan berarti perusahaan menggelontorkan kedelai dalam jumlah besar, tapi bagaimana terbangun kepastian harga yang menguntungkan semua pihak. Namun demikian, menurut Djoko, untuk mengembalikan harga kedelai ke angka Rp4.000/kg dinilai sudah tidak sesui lagi saat ini sehingga importir, pengrajin dan semua pihak yang terkait nantinya akan menyesuaikan dengan harga yang stabil. Menyinggung kemungkinan diterapkannya harga patokan kedelai agar menguntungkan semua pihak, dia menyatakan, hal itu saat ini sedang dibahas karena dan ideal untuk pengrajin, importir, dan pemerintah. " Kesepakatan kita adalah akan menetapkan mekanisme harga kedelai yang stabil. Itu nanti akan dibangun komunikasi yang sinambung. Nantinya, harga patokan yang menentukan Departemen Perdagangan," katanya. Ketika ditanyakan besaran harga patokan kedelai, Djoko mengatakan, Deptan sudah mengusulkan biaya produksi petani di tingkat petani Rp 4.500 per kg yang nantinya akan men jadi harga di petani sedanngkan di tingkat ritel sebesar Rp 5.500. "Deptan sendiri akan menghitung harga patokan berdasarkan masukan dari perusahaan importir. Harga patokan ini yang akan dikompromikan," katanya. Sementara itu mengenai kemungkinan mengimpor kedelai dari negara lain diluar AS, menurut dia, sebenarnya bisa sekarang saja dari Argentina atau Brazil bisa masuk. Namun kalangan impoirtir menyatakan bahwa konsumen lebih meminlih kedelai dari Amerika Serikat. Sebenarnya, tambahnya, alasan importir itu tidak benar karena mereka hanya melihat dari kebiasaan konsumsi masyarakat saja yang suka dengan kedelai Amerika yang bulat, besar. "Kalau untuk merubah (kebiasaan konsumen) memang perlu waktu, tapi sumber yang lain bisa dari Argentina dan Brazil ," katanya Dia mengakui, kedelai asal Brazil memang tidak disukai karena berwarna ungu dan keras sedangkan dari Argentina ada sifat yang kurang disenangi sehingga slama ini 90 persen impor Indonesia dari AS sedang sisanya dari negara lain.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008