Depok (ANTARA News) - Saksi-saksi dalam kasus kolom opini "Kisah Interogator yang Dungu" yang dimuat di Koran Tempo edisi 17 Maret 2007 yang ditulis oleh Bersihar Lubis, menyatakan bahwa tanggungjawab dalam tulisan berita dan opini ada pada Pemimpin Redaksi (Pemred), dan bukan pada penulis opini atau berita. Hal tersebut terungkap dalam persidangan lanjutan dengan agenda mendengarkan saksi-saksi yang meringankan terdakwa Bersihar Lubis. Saksi tersebut adalah Pemred Koran Tempo, Sri Malela Mahergasari, dan Dirut PT Tempo Inti Media, Bambang Harimurti. Dalam persidangan tersebut juga dihadirkan sejarawan, Bonnie Triyana yang sehari-hari juga menjabat sebagai Redaktur Harian Umum Jurnal Nasional. "Tanggugjawab penulisan ada pada Pemred bukan penulis. Ini sesuai dengan UU Pokok Pers 40 tahun 1999, pasal 12," kata Malela. Ia mengatakan, Pemred mempunyai kewenangan untuk memuat atau tidak tulisan berita ataupun opini tersebut, sehingga Pemred yang mempunyai tanggunjawab atas kewenangan tersebut. Menurut dia, dalam menurunkan berita dan opini Koran Tempo memperhatikan tiga kriteria yaitu tulisan tersbut mempunyai "newspeg" (cantolan), tidak menyangkut SARA, dan tulisan tersebut menarik dan perlu diketahui oleh publik. Setelah memperhatikan tiga hal tersebut, tulisan opini Bersihar Lubis layak untuk dimuat di Koran Tempo. "Tidak ada yang perlu dipersoalkan dalam tulisan tersebut," katanya. Ia menjelaskan, proses yang dilakukan sebelum tulisan opini Bersihar dipublikasikan melalui Koran Tempo, dan sedikitnya ada lima orang yang menilai tulisan tersebut. Sedangan Bambang Harimurti menjelaskan, kewenangan Pemred sangat besar terhadap isi tulisan berita ataupun pendapat. "Pemred istilahnya mempunyai hak veto jika ia tidak setuju dengan tulisan maka tidak akan dimuat meskipun sebagian redaktur menyatakan tulisan tersebut layak untuk dimuat," katanya. Oleh karena itu, kata dia, maka Pemred mempunyai tanggungjawab atas isi berita ataupun tulisan yang telah dipublikasikan. Bambang juga merasa kaget dengan adanya kasus yang menimpa Bersihar Lubis tersebut, apalagi dikenakan pasal 207 KUHP menghina suatu penguasa atau hadan hukum di muka umum dengan lisan. Dalam kesaksiannya Bonnie Triyana mengatakan, tulisan Bersihar hanya mengutip tulisan wartawan "Medium" di Paris pada 2004, Joesoef Isak, berdasarkan sejarah yang telah terjadi. "Sejarah jangan dijadikan sebagai alat kekuasaan politik," katanya menegaskan. Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tikyono mengatakan akan memberikan tanggapan atas keterangan saksi-saki tersebut pada persidangan berikutnya yang akan digelar Rabu (23/1), pekan depan. "Sekarang saya belum memberikan jawaban, tunggu saja minggu depan," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008