Jakarta (ANTARA News) - Puluhan pemuda yang tergabung dalam sejumlah organisasi massa (Ormas) dan LSM mendesak Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta maaf kepada mantan Presiden Soeharto terkait tuduhan yang pernah dilontarkan lembaga dunia itu tentang sejumlah pencuri aset-aset negara terbesar di dunia. Desakan permintaan maaf kepada Soeharto tersebut disampaikan para pemuda itu saat mereka berunjuk rasa di depan kantor perwakilan PBB di Jalan MH Thamrin Jakarta, Rabu. Ormas dan LSM yang menggelar unjuk rasa sekitar 1 jam itu adalah Pemuda Penerus Amanat proklamasi RI (PPAPRI), LBH Proklamasi, Persaudaraan Muslim Sedunia (PMS) serta Gerakan Masyarakat Untuk Pendidikan politik, Hukum dan HAM (Gempita). Menurut koordinator aksi, Arman Remy, pengunjuk rasa memberi waktu 24 jam kepada PBB untuk meminta maaf atas keteledoran mereka mengumumkan laporan yang bersumber dari data-data palsu dan rekayasa Bank Dunia serta StAR (Stollen Asset Recovery). "Dalam laporan hasil investigasi StAR tidak ada satupun bukti yang nyata tentang tuduhan korupsi (Soeharto) dan tidak pula melampirkan dimana hasil curian itu disimpan," kata Arman yang juga pengacara di LBH Proklamasi itu. Ditegaskannya pula bahwa para pengunjuk rasa itu juga telah menyiapkan Class Action kepada mahkamah internasional guna menuntut pihak-pihak yang melansir laporan palsu tersebut, diantaranya Robert Zollick, sebesar 15 juta dolar AS apabila desakan mereka diabaikan. Sebelumnya di PBB, Robert Zollick mengumumkan laporannya mengenai "10 pencuri aset terbesar dalam pencurian kekayaan negara" termasuk didalamnya mantan Presiden Soeharto yang dituduh mencuri kekayaan negara senilai 15-135 juta dolar AS atau setara dengan 135-350 triliun rupiah. Kalangan pengunjuk rasa tersebut melihat besaran aset yang dicuri itu setara pula dengan seluruh bantuan Bank Dunia kepada Indonesia selama 32 tahun Soeharto memerintah. Padahal, kata Arman, bantuan Bank Dunia itu telah disalurkan dalam bentuk pembangunan jalan, bendungan, peningkatan pangan, pendidikan dan kesehatan yang sebagian besar telah dinikmati rakyat Indonesia. Sementara itu, staf lokal PBB di Jakarta yang menerima berkas pernyataan sikap pengunjuk rasa, Handoko, mengatakan bahwa pihaknya akan meneruskan aspirasi itu ke kantor pusat PBB di New York. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008