Jayapura (ANTARA News) - Telaga Sarawandori yang terletak di bagian barat Kota Serui, ibukota Kabupaten Yapen, Provinsi Papua tercemar oleh pembuangan limbah dan sampah warga sekitarnya, padahal telaga itu menyimpan potensi wisata bahari yang menarik wisatawan. Pemantauan ANTARA News di Serui, pekan lalu, telaga Sarawandori sebelum tahun 2000 terlihat masih "perawan" bening dan berwarna biru menjadi salah obyek wisata bahari yang menarik. Pemerintah Kabupaten Yapen ketika Philips Wona menjabat Bupati wilayah itu hingga tahun 2005 membangun pondok-pondok istirahat dimana para pengusaha membuka rumah makan, restoran, kafetaria hingga karaoke. Tetapi dua tahun terakhir ini, pondok-pondok tersebut rusak dan telaga indah itu tertimbun sampah dan limbah dari Kota Serui. Air bening itu kini berubah warna menjadi hitam dan hijau. Jutaan lalat beterbangan sehingga pengemudi kendaraan maupun penumpang yang melintasi kawasan itu harus menutup hidung dan mulut karena begitu dahsyatnya bau busuk dari pinggiran telaga. Telaga yang diapit dua tanjung di bagian Barat Kota Serui itu pernah menjadi tempat persembunyian kapal perang tentara sekutu pimpinan AS ketika perang dunia ke-II melawan Jepang dimana pasukan sekutu dibawah komando McArthur membumi-hanguskan Kota Hiroshima dan Nagasaki. Freddy Numberi (kini Menteri Keluatan dan Perikanan-Red) ketika menjabat Komandan Lantamal V Jayapura, Januari 1997 didampingi Ny.Anie Numberi/Betawai pernah melintasi jalan darat tepian Telaga Sarwandori karena begitu indah dan mempesona telaga Sarwandori. Numberi berharap Pemda Kabupaten Yapen mengundang para investor dalam negeri maupun investor asing menanamkan modal membuka berbagai kegiatan usaha di tepian Sarawandori. Kini setiap hari, ribuan sampah dan limbah yang diangkut kendaraan truk dari Serui dihamburkan ke Telaga Sarawandori. Warga setempat meminta Bupati Yapen, Ir.Soleman Daud Betawi agar mengambil langkah yang tepat dengan membangun tempat pembuangan akhir (TPA) sampah agar telaga yang pernah indah dan mempesona itu tidak lagi dicemari limbah dan sampah-sampah.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008