Jakarta (ANTARA News) - Lembaga riset ekonomi Econit Advisory Group mengingatkan bahwa ekonomi Indonesia menghadapi "awan mendung" pada tahun 2008. "Tidak berbeda dengan kondisi sebelum krisis 1997/1998 yang ditandai dengan munculnya berbagai resiko, akan merupakan awan mendung bagi ekonomi Indonesia," kata ekonom Econit, Rizal Ramli, ketika menyampaikan Economic Outlook 2008 di Jakarta, Rabu. Menurut dia, jika terjadi goncangan, baik domestik maupun eksternal, awan mendung itu bisa terakumulasi mengakibatkan instabilitas ekonomi dan sosial. "Jika kita membandingkan kondisi sebelum krisis ekonomi dan politik tahun 97/98 dengan saat ini (2008), sulit untuk tidak menarik kesimpulan bahwa berbagai faktor pemicu krisis muncul dengan besaran yang berbeda-beda," kata Rizal. Menurut dia, saat ini terjadi kontradiksi kinerja indikator finansial yang sangat baik (finansial bubble), sementara di sisi lain terjadi perlambatan sektor riil dan percepatan deindustrialisasi sektor manufaktur. Perbaikan kinerja indikator finansial sangat vulnerable (rapuh) jika tidak didukung oleh perbaikan produktivitas, daya saing dan investasi riil, karena yang terbentuk akhirnya hanya balon finansial yang akan terus menggelembung sebelum akhirnya kempes secara perlahan atau mendadak. Jika balon finansial itu kempes secara perlahan, ekonomi akan mengalami soft landing dengan dampak relatif minimum. Tetapi jika balon finansial tersebut kempes mendadak akibat shock internal maupun eksternal maka ekonomi akan mengalami hard landing dengan dampak yang lebih luas dan kompleks. Menurut Rizal, penyebab utama kontradiksi sektor finansial dan riil adalah derasnya aliran modal global dalam bentuk hot money ke negara-negara berkembang Asia termasuk Indonesia. Sampai November 2007, jumlah dana asing di instrumen finansial Indonesia mencapai sekitar Rp891 triliun. Goncangan baik karena faktor eksternal maupun domestik, dapat berakibat terjadinya arus balik hot money dan terkoreksinya balon finansial. Indonesia sangat rentan terhadap shock karena sejumlah faktor. Faktor itu adalah peningkatan ekspor dan cadangan devisa hanya ditopang kenaikan harga komoditi internasional dan aliran hot money. Peningkatan itu tidak diikuti dengan peningkatan daya saing ekspor atau peningkatan aliran investasi langsung. Faktor lainnya adalah pertumbuhan sektor perbankan yang semu. Net interest margin perbankan pada 2007 sangat besar mencapai 5,7 persen, namun tidak didukung oleh perbaikan kinerja fundamental seperti peningkatan penggunaan kredit. Econit juga mengungkapkan mulai adanya kelebihan pasokan di sektor properti komersial. Suplai sektor properti tidak diikuti dengan kenaikan permintaan. Faktor yang juga menyebabkan Indonesia rawan guncangan adalah kenaikan harga saham yang melebihi kinerja fundamental dari emiten di pasar modal. Rekam jejak (track record) pemerintah yang buruk dalam meredam gejolak harga kebutuhan pokok dan dinamika politik domestik yang mulai meningkat lebih awal dari dugaan, juga menjadi faktor penyebab Indonesia rawan guncangan. "Berbagai faktor/resiko itu merupakan awan mendung bagi ekonomi Indonesia. Jika terjadi guncangan baik domestik maupun eksternal, awan mendung itu bisa terakumulasi mengakibatkan instabilitas ekonomi dan sosial," tegas Rizal Ramli.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008