Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah, Rabu pagi, melemah karena pelaku kembali membeli dolar AS, sehingga mendorong mata uang asing tersebut, meski aksi belinya belum besar. Nilai tukar rupiah turun menjadi Rp9.441/9.447 per dolar AS dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya pada Rp9.431/9.445 per dolar AS atau melemah 10 poin. Analis Valas PT Bank Saudara, Rully Nova di Jakarta, Rabu, mengatakan pelaku pasar masih memburu dolar AS ketimbang rupiah, meski data penjualan ritel AS merosot. Melemahnya data penjualan ritel AS menimbulkan kekhawatiran pelaku asing bahwa ekonomi AS makin terpuruk yang mendorong bank sentral AS (The Fed) untuk segera menurunkan lagi suku bunganya, katanya. The Fed pekan lalu telah menurunkan tingkat suku bunga Fed Fund sebesar 50 basis poin dari 4,25 persen menjadi 3,75 persen. Rupiah, menurut dia, dalam kondisi ini seharusnya menguat, menyusul melemahnya dolar AS di pasar regional terhadap yen yang mencapai 106,75 dan diperkirakan akan terus merosot hingga di bawah level 100 yen. Namun faktor 'supplly dan demand' cenderung lebih dominan, karena permintaan dolar AS lebih tinggi terhadap rupiah maka mata uang lokal itu kembali terpuruk, katanya. Ia mengatakan, Bank Indonesia (BI) seharusnya melepas cadangan dolarnya agar rupiah bisa menguat, namun BI cenderung membiarkan kondisinya tergantung pada pasar. "Jadi BI hanya masuk pasar, tapi tidak melepas cadangannya untuk memicu rupiah menguat," ujarnya. Menurut dia, BI kemungkinan merasa nyaman dengan posisi rupiah di level Rp9.400 per dolar AS, apalagi pada level itu, para eksportir tidak merasa terganggu dalam melakukan kegiatan usahanya. "Kami percaya BI akan melakukan intervensi pada waktu tertentu apabila tekanan terhadap rupiah makin meningkat," ucapnya. Sementara itu, dolar AS terhadap Franc Swiss turun 0,2 persen menjadi 1,0810, dan euro stabil pada 1,4805 per dolar AS. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008