Jakarta (ANTARA News) - Ketua Yayasan Beasiswa Supersemar, Harjo Darmoko, selaku salah satu pemberi kuasa dalam perkara gugatan perdata terhadap yayasan tersebut dan mantan Presiden Soeharto, meninggal dunia pada 12 Januari 2008. Ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani perkara tersebut, Wahjono, Selasa, mengatakan kuasa yang diberikan Ketua Yayasan Beasiswa Supersemar dengan sendirinya gugur apabila pemberi kuasa meninggal dunia. "Kuasa yang diberikan itu gugur dengan meninggalnya pemberi kuasa," kata Wahjono. Wahjono mengatakan, kuasa dapat diperbarui dan sidang dapat berlanjut jika kuasa diperbarui dengan cara pengurus yang baru memberikan kuasa serupa kepada kuasa hukum. Selain itu, majelis hakim juga meminta bukti kematian Ketua Yayasan Beasiswa Supersemar. Sementara itu, kuasa hukum Yayasan Beasiswa Supersemar, Juan Felix Tampubolon mengatakan Ketua Yayasan Beasiswa Supersemar memberikan kuasa sebagai wakil dari yayasan. "Pengurusnya waktu itu diwakili oleh dia", katanya. Dia membenarkan, kuasa terhadap dirinya bisa diperpanjang jika pengurus yang diwakili oleh ketua yayasan yang baru memberikan kuasa pembaruan. Namun demikian, sampai berita ini diturunkan, posisi ketua yayasan belum diisi pejabat baru. Sepeninggal Harjo Darmoko, Kegiatan Yayasan Beasiswa Supersemar dijalankan oleh pengurus yang diwakili oleh seorang sekretaris dan bendahara. Sebelumnya, Yayasan Beasiswa Supersemar diketuai oleh mantan Presiden Soeharto. Yayasan itu bergerak di bidang sosial, yaitu pemberian beasiswa kepada siswa yang cakap tapi tidak mampu secara ekonomi. Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada yayasan tersebut yang pernah diketuai Soeharto. Kejaksaan juga menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185,92 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun. Menurut Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Dachmer Munthe, yayasan tersebut pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan Supersemar menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/KMK.011/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Penyelewengan dana itu, menurut JPN, merupakan perbuatan melawan hukum sesuai pasal 1365 KUHPerdata. Sebelumnya pada 21 Agustus 2000 Kejaksaan Agung berupaya menyeret mantan Presiden Soeharto menjadi pesakitan dalam perkara pidana dugaan korupsi pada tujuh yayasan termasuk Yayasan Supersemar, namun upaya itu gagal karena Soeharto sakit dan dinyatakan tidak dapat diadili. Pada 11 Mei 2006, Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) HM Soeharto dan mengalihkan upaya pengembalian keuangan negara melalui pengajuan gugatan perdata.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008