Jakarta (ANTARA News) - Saksi anggota Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Santoso dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibacakan oleh penuntut umum mengaku menjadi penghubung antara Deputi V BIN, Muhdi PR dengan Pollycarpus Budihari Priyanto. Dalam BAP tertanggal 9 Oktober 2007 yang dibacakan JPU Didik Farkhan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa, Budi mengaku pertama kali didatangi Pollycarpus di ruang kerjanya di Kantor BIN pada pertengahan 2004. Saat itu, Pollycarpus mengaku sebagai pilot dan memiliki hubungan dekat dengan Muhdi. Kedatangan Pollycarpus kepada Budi untuk meminta tolong mengoreksi surat penugasan Pollycarpus di Corporate Security Garuda Indonesia. Menurut Budi, surat yang sudah diketik rapi itu dikonsep sendiri oleh Pollycarpus karena bahasa yang digunakan tidak lazim berlaku dalam institusi BIN. Dalam surat itu sudah ada kolom untuk tandatangan atas nama Wakil Kepala BIN, As`ad. Sejak Agustus 2004 sampai September 2004, Budi mengaku sering menerima telepon dari Pollycarpus ke telepon genggamnya untuk menanyakan keberadaan Muhdi. Pada September 2004 saja, Budi menyebutkan Pollycarpus menelponnya sebanyak 15 kali guna menanyakan keberadaan Muhdi. Pada hari kematian Munir, 7 September 2004, Pollycarpus dua kali menelpon Budi, yaitu pada pukul 10.00 WIB dan pukul 15.00 WIB, untuk menanyakan Muhdi. Sebaliknya, menurut Budi, Muhdi juga sering menyuruhnya menelpon Pollycarpus untuk mengecek keberadaan Pollycarpus. "Saksi Budi menjadi penghubung antara Pollycarpus dan Muhdi," kata JPU Didik Farkhan. Budi kembali gagal dihadirkan di persidangan setelah tiga kali dipanggil oleh pengadilan. JPU kembali hanya membacakan surat keterangan yang dibuat oleh Kepala BIN, Syamsir Siregar, yang menyatakan anak buahnya itu tidak dapat hadir di persidangan karena sedang menjalani tugas negara tertutup di luar negeri yang tidak mungkin ditinggalkan. Dari BAP Budi Santoso juga terungkap bahwa Muhdi dua kali memberi uang kepada Pollycarpus. Pada 14 Juni 2004, Budi diperintah oleh Muhdi untuk membawa uang Rp10 juta ke ruang kerja Muhdi. Menurut Budi, saat itu Pollycarpus berada di ruang Muhdi. Saat Pollycarpus mulai sering diperiksa oleh polisi terkait kematian Munir, Budi menuturkan, ia juga diminta oleh Muhdi untuk menyerahkan uang senilai Rp4 juta kepada Pollycarpus. "Tetapi saksi tidak mengetahui kegunaan uang itu," kata JPU. Dalam keterangannya, Budi mengatakan, Pollycarpus tidak memiliki jabatan struktural di BIN, namun merupakan jaringan BIN. Budi mengatakan, penugasan yang diberikan kepada Pollycarpus merupakan referensi dari Muhdi. Pollycarpus yang dihadirkan untuk mendengarkan BAP Budi Santoso membantah semua keterangan Budi. Sementara tim kuasa hukum terdakwa mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Indra Setiawan, menyesalkan ketidakhadiran Budi sehingga keterangan anggota BIN itu tidak dapat digali oleh mereka. Sebelum pembacaan BAP Budi, JPU mengkonfrontir keterangan Pollycarpus dengan tiga saksi lainnya, yaitu mantan Vice President Internal Security Garuda, Ramelgia Anwar, Chief Pilot Airbus Garuda, Karmel Fauza Sembiring, dan sekretaris chief pilot airbus, Rohainil Aini. Pollycarpus tetap bersikukuh ia mendapat tugas dari Ramelgia untuk mengumpulkan informasi tentang pesawat yang membuang bahan bakar (dumping fuel) di Singapura pada 7 September 2004. Menurut Pollycarpus, ia mengontak Rohainil Aini untuk mendapatkan kesempatan pertama terbang ke Singapura pada 7 September 2004. Kepada Rohainil, Pollycarpus mengatakan ia mendapatkan tugas dari Ramelgia dan Ramelgia akan menelpon Karmel sebagai atasan Pollycarpus. Namun, Ramelgia membantah memberi tugas kepada Pollycarpus. Ramelgia mengatakan, ia belum pernah memberi tugas kepada Pollycarpus sejak penempatannya sebagai tenaga perbantuan di internal security Garuda. Sedangkan Rohainil mengatakan, Pollycarpus menyebutkan ia minta diikutkan sebagai extra crew di penerbangan GA-974 yang ditumpangi Munir ke Singapura. Baik Ramelgia maupun Karmel mengatakan baru mengetahui kepergian Pollycarpus ke Singapura setelah pilot itu kembali. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008