Jakarta (ANTARA News) - Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) akhirnya menyatakan bahwa mereka meyakini Muhammad Rasulullah adalah nabi penutup (Khatamun Nabiyyin) dan Mirza Ghulam Ahmad hanya sebagai guru dan pembawa berita gembira, peringatan serta pengemban 'mubasysyirat'.
Pernyataan tersebut dikeluarkan Amir Pengurus Besar JAI, Abdul Basit, kepada wartawan di Jakarta, Selasa, sesudah JAI berdialog dengan sejumlah tokoh masyarakat dan pemerintah sebanyak tujuh kali sejak 7 September 2007 yang difasilitasi Balitbang Departemen Agama.
Tokoh yang berdialog dengan Ahmadiyah Qadiyan ini antara lain Kepala Balitbang Depag Prof Dr Atho Mudzhar, Deputi Seswapres bidang Kesra Prof Dr Azyumardi Azra, Kaba Intelkam Polri Irjen Pol Saleh Saaf, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Prof Dr Ridwan Lubis, serta Ketua II Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI).
JAI, ujar Basit, dalam 12 butir penjelasannya itu juga kembali menyatakan yakin akan dua kalimah syahadat, dan meyakini tak ada wahyu syariat setelah Al Quranul Karim yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan bahwa Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad adalah sumber ajaran Islam yang dipedomaninya.
"Buku Tadzkirah bukanlah kitab suci Ahmadiyah melainkan catatan pengalaman rohani Mirza Ghulam Ahmad yang dibukukan sejak 1935, 27 tahun setelah beliau wafat pada 1908," katanya.
Pihaknya juga menyatakan tak akan mengkafirkan orang Islam di luar Ahmadiyah dan tak akan menyebut masjid yang dibangun Ahmadiyah dengan Masjid Ahmadiyah dan terbuka untuk seluruh umat Islam.
JAI juga menyelesaikan perkara-perkara ke kantor urusan agama (KUA) serta Pengadilan Agama sesuai perundang-undangan, selalu meningkatkan silaturahim dengan seluruh umat Islam, bangsa dan NKRI.
Sementara itu, Kabalitbang Depag Atho Mudzhar mengatakan pihaknya hanya memfasilitasi dialog tersebut, namun soal penilaian tentang penjelasan 12 butir yang telah dihasilkan ini akan dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Atho juga menyatakan, dengan hasil dialog ini pihaknya berharap tak ada lagi pertentangan antara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan umat Islam lainnya, sementara golongan Ahmadiyah lainnya yakni Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) memang tak ada persoalan.
Ahmadiyah terbagi dua antara JAI (Ahmadiyah Qadiyan) dan GAI (Ahmadiyah Lahore). GAI sejak awal dianggap tidak memiliki persoalan dengan akidah, sementara JAI sebelumnya dinyatakan sesat dan menyesatkan karena menganggap Mirza Gulam Ahmad sebagai Nabi.
Tenaga Ahli Staf Khusus Wapres Dr Mafri Amir mengatakan, penjelasan ini adalah pelurusan yang menegaskan bahwa JAI sekarang sudah ada dalam alur yang benar dan dengan demikian merupakan suatu lompatan besar.(*)
Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008