Jakarta (ANTARA News) - Maskapai penerbangan swasta nasional, Lion Air, akan memesan sedikitnya 78 pesawat Boeing 737-900 ER untuk menggenapi jumlah armadanya menjadi 200 unit pesawat. Presiden Direktur Lion Air, Rusdi Kirana, saat mintai konfirmasi mengenai hal itu di sela Pemasangan Satu Simulator Pesawat B 737-900 ER di Jakarta, Senin, membenarkan. "Memang benar itu (rencana penambahan pesawat, red) dan nota kesepahamannya akan ditandatangani dengan Boeing pada saat Singapura Air Show pada 19 Pebruari 2008," katanya. Namun, Rusdi mengatakan "soal jumlah pesawatnya berapa, saya tidak mau buka dulu. Nanti saja di Singapura Air Show," katanya. Sementara itu, sumber ANTARA menyebutkan, total pesawat B737-900ER Lion sebelumnya sebesar 122 pesawat hingga 2013 senilai 8,5 miliar dolar AS tidak akan cukup untuk kepentingan ekspansi regional. Karena itu, maskapai yang berancang-ancang menjadi perusahaan penerbangan layanan penuh (full service) pada pertengahan tahun ini, perlu menambah sekitar 78 pesawat lagi. "Jadi, genap menjadi 200 pesawat B737-900 ER," kata sumber itu. Terkait dengan hal itu, Rusdi membenarkan bahwa tren open sky atau liberalisasi penerbangan dunia sudah mengarah kepada kompetisi yang ketat sehingga diperlukan sinergi antar maskapai. "Maskapai baru sedang tumbuh di sejumlah negara, sementara naiknya harga minyak akan menjadi masalah. Karena itu, kebutuhan pesawat baru yang lebih efisien seperti B737-900ER, bukan lagi keniscayaan," kata Rusdi. Untuk kepentingan itu, Lion telah memasang satu simulator pesawat B737-900ER yang juga bisa digunakan untuk uji kopetensi pesawat lain seperti B737-800NG di sebuah kawasan khusus. Tiga simulator lain akan dipasang dalam tiga tahun mendatang. Satu simulator seharga 12 juta dolar AS. Kawasan khusus tersebut seluas dua ha di dekat Bandara Soekarno-Hatta yang dilengkapi dengan asrama pramugari, bengkel pesawat dan tempat pelatihan kru. Selain itu, lanjut Rusdi, Lion juga akan memfokuskan untuk kepentingan domestik hanya sekitar 60 pesawat, baik B737-900ER maupun tipe lainnya, baik berbadan lebar maupun sempit. "Selebihnya untuk kepentingan ekspansi dan membentuk perusahaan penerbangan di negara lain. Ini sebuah kebanggaan tidak hanya pada Lion, tetapi Indonesia sebagai sebuah negara," katanya. Data Departemen Perhubungan pada 2006, sebagaimana pernah disampaikan Menhub Jusman Syafii Djamal, Lion dari sisi volume penumpang yang diangkut, adalah maskapai terbesar. Setelah itu, baru Garuda Indonesia, diikuti AdamAir, lalu maskapai lainnya. Jumlah penumpang 2006 untuk penerbangan domestik saat itu, tercatat 34 juta orang, sedangkan pada 2007 diperkirakan sekitar 37-38 juta orang atau tumbuh 20 persen per tahun. Patungan Australia Sementara itu, Rusdi kembali mempertegas rencana pendirian perusahaan patungan maskapai asal Australia, Sky Airword menjadi Lion Air Australia. "Besok (15/1), CEO Sky Airworld, David Carlton akan hadir di Jakarta untuk membicarakan rencana itu dan diharapkan semester kedua tahun ini terealisasi," kata Rusdi. Rusdi menjelaskan, Sky Airworld semula adalah maskapai carter dan dengan rencana itu, kedua pihak bersepakat menjadi perusahaan penerbangan berjadwal yang melayani domestik Australia dan non-Australia. "Sky berjanji akan menyelesaikan urusan perijinan. Jika ini (perijinan, red) tak terealisasi, maka Lion akan mempertimbangkan untuk membatalkan rencana perusahaan patungan itu," kata Rusdi. (*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008