Jakarta (ANTARA News) - Badan Kehormatan (BK) DPR masih akan meminta keterangan pejabat Bank Indonesia (BI) terkait kasus dugaan kucuran dana BI ke DPR tahun 2003 karena keterangan yang disampaikan kepada BK DPR pada Senin dinilai belum lengkap. "Kita akan meminta keterangan lagi pada 23 Januari 2008," kata Ketua BK DPR Irsyad Sudiro kepada pers seusai rapat tertutup BK di Gedung DPR/MPR yang meminta tiga pejabat BI, yaitu RS, AA dan Oe. Dalam rapat tersebut, BK DPR meminta keterangan bagaimana rencana kebijakan dan bagaimana realisasi kebijakannya. BK memfokuskan pada kasus dugaan kucuran dana BI senilai Rp31,5 miliar ke DPR tahun 2003. BK DPR menganggap keterangan yang disampaikan tiga pejabat bank sentral itu belum memadai. Karena itu, kata Irsyad, BK DPR masih akan memanggil ketiganya pada 23 Januari untuk melengkapi keterangan, informasi dan data mengenai dugaan kucuran dana tersebut. Wakil Ketua BK DPR Gayus Lumbuun menjelaskan, BK DPR pada Senin (14/1) baru meminta keterangan dari dua pejabat BI, meskipun ketiganya hadir di DPR. Hal itu karena keterbatasan waktu rapat di DPR yang dibatasi hingga pukul 16.30 WIB. "Karena keterbatasan waktu. Jawabannya juga belum memuaskan," kata Gayus. Salah satu hal yang menjadi perhatian BK DPR adalah adanya pencabutan keterangan salah satu pejabat dalam proses pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasan pencabutan itu karena pejabat yang bersangkutan merasa tertekan atas kasus ini. Menurut Gayus, keterangan yang dicabut adalah mengenai penyerahan sejumlah uang kepada anggota DPR tertentu (Rp31,5 miliar). Menurut Gayus, pejabat BI itu semula menyebutkan uang dalam jumlah tertentu diserahkan kepada Panitia Kerja (Panja) DPR. Uang itu untuk berbagai kegiatan diseminasi, sosialisasi, cetak buku dan seminar. Tetapi dalam pertemuan BK DPR dengan tiga pejabat BI terdapat perbedaan definisi mengenai diseminasi. BK DPR memiliki pengertian diseminasi berdasarkan kamus, tetapi BI menerapkannya berdasarkan definisi dari IMF. Gayus mengemukakan bahwa pihaknya tidak akan melindungi anggota DPR dalam kasus ini. Mengenai sanksi, dijelaskan bahwa pihak pemberi maupun penerima memiliki sanksi hukum yang sama. Kasus ini berawal ketika BI mencairkan dana sebesar Rp100 miliar. Dana itu bersumber dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI), yayasan di bawah BI. Dana itu dicairkan berdasarkan hasil rapat Dewan Gubernur BI pada 3 Juni 2003. Rapat itu ditindaklanjuti pada 22 Juli 2003. Dana itu diduga dialirkan ke DPR tahun senilai Rp31,5 miliar untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI. Selebihnya, Rp68,5 miliar, digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum mantan Gubernur BI, mantan direksi dan mantan deputi gubernur senior BI dalam kasus BLBI. Namun pada 14 November 2006, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution yang juga Deputi Gubernur Senior BI (ketika persetujuan pencairan dana itu ditetapkan Dewan Gubernur BI) menyurati Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki untuk memberitahu hasil audit BPK tentang dugaan penyalahgunaan dana YPPI tersebut. Anwar Nasution telah diperiksa KPK dalam kasus ini. Beberapa pejabat BI juga telah dipanggil KPK. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008