Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar AS di Pasar Spot Antar Bank Jakarta, Senin sore turun, karena pelaku tetap membeli dolar AS dalam jumlah besar, meski pertumbuhan ekonomi negara Paman Sam itu menimbulkan kekhawatiran. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 22 poin menjadi Rp9.432/9.435 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu Rp9.410/9.415 per dolar AS. Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib di Jakarta, mengatakan, rupiah masih sulit untuk bisa menguat lebih lanjut setelah bank sentral AS (The Fed) menurunkan suku bunga Fedfund. "Hal ini disebabkan pelaku lebih cenderung memegang dolar AS ketimbang rupiah, sekalipun pertumbuhan ekonomi negara tersebut melambat," katanya. Menurut dia, citra memegang dolar AS merasa lebih aman ketimbang rupiah merupakan faktor utama bagi pelaku untuk membeli dolar AS. "Jadi sekalipun negara tersebut masih dilanda dampak kasus krisis gagal bayar sektor perumahan dan kecenderungan tingginya tingkat inflasi tidak menjadi hambatan bagi pelaku untuk memiliki mata uang asing itu," ucapnya. Namun, lanjut Kostaman Thayib, keterpurukan rupiah dinilai masih wajar, karena berbagai gejolak yang terjadi baik dari internal maupun eksternal cenderung negatif terhadap rupiah, namun posisi rupiah masih di level Rp9.400 per dolar AS. Hal ini menunjukkan bahwa peran Bank Indonesia (BI) untuk menjaga rupiah agar tidak terpuruk masih tinggi, yang terlihat dari pergerakan kedua mata uang itu yang masih di kisaran antara Rp9.430 sampai Rp9.440 per dolar AS, ucapnya. Pertumbuhan ekonomi nasional yang tetap tinggi atau minimal sama dengan tahun lalu, menunjukkan bahwa rupiah masih tetap terjaga yang didukung pula oleh cadangan devisa BI yang makin besar mencapai 56 miliar dolar AS. "Kami optimis pemerintah melalui BI akan tetap berupaya menjaga rupiah agar tidak terpuruk lebih jauh dan menekan inflasi agar tidak meningkat," katanya. Menurut dia, penurunan rupiah itu juga terpengaruh dengan melemahnya bursa regional menyusul merosotnya bursa Wall Street AS, akibat kekhawatiran atas pertumbuhan ekonomi AS yang melemah. Pertumbuhan ekonomi AS yang melambat juga menekan mata uang asing itu merosot terhadap yen dan dolar Australia, ucapnya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008