"Alhamdulillah, saya sangat bersyukur bisa meraih juara tiga. Saya mengucapkan terima kasih kepada guru mengajiku di Bakung Gowa," kata Athirah sapaan akrabnya, melalui sambungan telepon dari Makassar, Minggu.
Mantan siswi SD Inpres Bakung Gowa itu, masuk dalam kategori I yakni bacaan surah Al Fatihah, surah An Nass sampai surah Al Zalzalah pada acara yang dilaksanakan oleh Saudi Students in Wollongong, Islamic Society of Illawara bersama Asosiasi Masjid se-Illawara.
Athirah satu-satunya peserta dari Indonesia yang secara tidak terduga berhasil masuk babak final, mengalahkan pesaingnya dari anak-anak Muslim yang didominasi keturunan Timur Tengah pada kompetisi yang digelar di Masjid As Salam, Berkeley, Wollongong, Sabtu (1/6).
Sepekan sebelumnya, sedikitnya 130 peserta dari berbagai negara mengikuti kompetisi tersebut. Sebanyak 40 anak mengikuti babak penyisihan, sedangkan yang melaju ke babak final enam orang, termasuk putri ketiga pasangan Haidir Fitra Siagian dan Nurhira Abdul Kadir, Mara Athirah Siagian itu.
Orang tua Athirah merupakan dosen Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Sang ibu yang sementara menjalani pendidikan program doktoral pada University of Wollongong dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat itu, mengharuskan Athirah dan keluarganya bermukim di "Negeri Kanguru" tersebut selama tiga tahun ke depan.
Berkat kesungguhan dan keseriusannya tadarus setiap hari, utamanya pada Ramadhan ini, siswi kelas V Gwynneville Primary School itu, berhak mendapatkan sertifikat dan uang pembinaan 100 dolar atau sekitar Rp1 juta atas raihan juara III kompetisi tersebut.
"Juara ini saya peruntukkan untuk kedua kakekku yang telah meninggal dunia, kakek almarhum Dollar Siagian di Sipirok dan kakek almarhum Abdul Kadir di Majene," kata anak berusia 11 tahun itu.
Ayah Athirah, Haidir Fitra Siagian mengaku sebelum memboyong keluarga ke Australia empat bulan lalu, Athirah telah terdaftar sebagai siswi Rumah Tahfidz Quran Ummu Syahidah, Gowa. Kesehariannya menghafalkan surah-surah pendek dan murojaah di rumah.
Meski berada di tempat berbeda, Athirah tetap melangsungkan kebiasaan itu. Ia belajar mengaji dari Mrs Syahmina, seorang istri pelajar PhD University of Wollongong asal Pakistan.
"Alhamdulillah, putri kami bisa mendapat juara ini meski sebenarnya itu bukanlah hal yang utama. Terpenting ialah bagaimana mengajarkan ilmu agama baginya untuk bekal mereka di dunia hingga akhirat," katanya.
Haidir optimistis anak penghafal Al Quran merupakan seorang yang cerdas, meski diketahui anaknya belum menghafalkan juz Amma. Namun, dia selalu mengusahakan agar semua anaknya tetap berada dalam pengajaran berdasarkan Al Quran serta mengamalkannya.
"Kami tak pernah merasa Athirah akan juara, walaupun juara tiga. Karena kami tahu hafalannya terbatas. Apalagi teman kompetisinya adalah anak-anak Muslim keturunan Timur Tengah. Namun, Allah sudah berkehendak, Alhamdulillah atas prestasinya," katanya.
Bagi orang tua Athirah, mendidik anak sebaiknya dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai Islam sebagai tanggun jawab maupun amanah dari Allah SWT.
Cara didik tersebut dianggap mampu menjadi fondasi dan bekal seorang anak untuk menjalani kehidupan yang tentu akan selalu berlandaskan pada ketentuan-ketentuan Allah, mulai dari kalam-kalam Ilahi hingga hadis Rasulullah SAW.
Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019