Padang (ANTARA News) - Kondisi mantan Presiden Soeharto menjadi pembicaraan utama bagi warga di Sumatera Barat, tidak saja kalangan atas tetapi juga ibu rumah tangga kembali mengingat jasa-jasa Soeharto selama menjadi pemimpin bangsa ini. "Kita prihatin melihat kondisi bapak pembangunan itu, saat dia sedang sekarat terbaring di rumah sakit, masih dihujat sejumlah kalangan," tutur Ny. Elima (50-an), warga Kota Bukittinggi, ketika ditemui, Minggu. Elima mengaku, melihat pemberitaan tentang kondisi kesehatan mantan penguasa Orde Baru itu, melalui siaran televisi nasional yang sepekan terakhir begitu gencar memberitakan. Wanita yang terlihat segar itu, cukup menyayangkan masih banyak pihak yang mengungkit-ungkit masa lalu atau kesalahan Pak Harto. "Pak Harto cukup banyak memberikan sumbangan dalam pembangunan bangsa sehingga sangat tidak tepat mengungkit kesalahan ketika beliau sedang sekarat," katanya. Semestinya pemerintah di negeri ini, sejak dulu harus bersikap tegas dalam menuntas perkaranya, bukan saat Soeharto sedang terbaring di rumah sakit. Kendati pandangan pro-kontra tentang perkara hukum Pak Harto, semestinya hal itu bisa dihentikan saat kondisinya sakit. Jika benar bersalah, biar saja pada akhir kelak balasan diberikan Allah SWT, namun sisa umurnya biarlah dilalui dengan tenang. "Saya prihatin banyak pihak dan tokoh bangsa ini, bersilang pendapat masalah status hukum Pak Harto," tuturnya mengaku mengagumi jasa-jasa penguasa Orde Baru itu. Sebelumnya, Ketua Dewan Dakwah Indonesia (DDI) Sumatera Barat, Buya Mas`oed Abidin, menyatakan, Soeharto memiliki jasa cukup banyak terhadap pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia, sehingga tak bisa untuk dipadankan dengan kesalahan yang ada. "Kita tidak bisa mencatat apa yang telah dilakukan penguasa Orde Baru yang menjabat kepala negara selama 32 tahun untuk bangsa ini. Cukup sejarah saja yang mencatat," kata Buya Mas`oed Abidin. Secara fisik, jasa yang diukir Pak Harto dirasakan terhadap bangsa ini, khusus di Sumatera Barat cukup banyak dan sama halnya dengan daerah lain. Namun, rasanya tak etis jika menghitung satu demi satu, karena dalam pandangan agama Islam, jasa yang telah diperbuat tidak perlu dihitung-hitung. "Jasa Pak Harto betapapun kecilnya tetap dihargai," katanya. Perlu diingat dan disadari, tambah Buya, sebagai manusia beradab dan bangsa yang besar, anak bangsa harus memaafkan Soeharto. Tentu memaafkan kekhilafan dan kekeliruan beliau dalam memimpin bangsa selama 32 tahun. Namun, orang besar harus juga mau minta maaf, karena sebuah kekhilafan perlu ada sikap tawadhu` (rendah hati red). Artinya, mengakui kesalahan yang telah diperbuat dan ada kesediaan minta maaf, karena kadangkala orang tidak tahu, apa yang musti dimaafkan. "Pihak keluarga beliau juga bisa mewakili minta maaf pada bangsa ini," tuturnya. Kendati, berkaitan tentang utang penguasa Orde Baru itu, jika memang ada maka tentu harus dibayar, agar tidak memberatkan dunia dan akhirat kelak. Sebab, antara kesalahan dengan jasa sulit untuk dipadankan, karena akan berbahaya dalam penegakan hukum di negeri ini. "Kesalahan, silahkan Mahkamah Agung yang memutuskannya dan jangan dipadankan antara kesalahan dan jasa," tambahnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008