Islamabad (ANTARA News) - "Saya seorang militer tetapi bukan diktator," demkian dikatakan oleh Presiden Pervez Musharraf dalam wawancaranya dengan satu harian Perancis "Le Figaro". Musharraf yang turun dari jabatan kepala Staff Angkatan Bersenjata pada November lalu mengatakan demokrasi cepat atau lambat akan mengakar di Pakistan serta demokrasi itu sendiri adalah bagaikan jalan setapak yang harus diikuti yang akan terbuka lebar jalannya dengan pola kecepatannya sendiri. "Bangsa Barat tak dapat memaksakan pola pikir mereka," katanya sambil menambahkan bahwa dirinya telah berupaya selama enam tahun terakhir membuka jalan untuk menegakkan demokrasi dibandingkan pendahulunya. Mengenai perang terhadap terorisme, dia mengatakan hal itu dilakukan demi rakyat Pakistan, dan bukan demi bangsa lain "Hal itu dilakukan demi kepentingan Pakistan dan atas nama rakyat Pakistan." Pemeriksaan Ulang Dalam wawancaranya dengan sebuah majalah Amerika (Serikat) seperti yang dikutip oleh kantor berita Perancis AFP, Musharraf mengatakan bahwa dirinya mendukung sepenuhnya pemeriksaan ulang (otopsi) terhadap jasad Benazir, pemimpin oposisi yang tewas dalam insiden yang berkaitan dengan aksi ledakan bom bunuh diri sesaat baru menyampaikan pidato kampanyenya. Pada kesempatan itu Musharraf menyangkal dan menolak tuduhan yang mengatakan pemerintahannya ikut terlibat dalam pembunuhan tersebut. Dalam wawancaranya itu yang dipublikasikan secara on-line dia juga menyampaikan bahwa pihaknya menolak untuk mengijinkan Amerika serikat melakukan operasi militer terhadap kelompok Al Qaedah di Pakistan. Pakistan dalam keadaan rawan kerusuhan semenjak kematian Benazir 27 Desember lalu dan partai Benazir, Partai Rakyat Pakistan, PPP telah mempertanyakan laporan resmi pemerintah mengenai kematian pemimpin oposisi itu, dan sejauh ini otopsi belum pernah dilakukan. PPP berkeras mengatakan Benazir meninggal akibat peluru seorang penembak sebelum pelaku bom bunuh diri melakukan aksinya, sementara keterangan resmi pemerintah Benazir tewas akibat kepalanya terantuk pada bagian atap mobil yang terbuka saat ia membalas sambautan para pendukungnya seusai pidato kampanye di daerah pendukungnya. Musharraf mengatakan jasad Benazir dapat diotopsi untuk memastikan apa penyebab kematiannya. "Ya sebaiknya dilakukan pemeriksaan (otopsi), saya mendukung seratus persen, katanya kepada majalah Newsweek dari Rawalpindi. Namun ia menolak hal itu apabila dilakukan tanpa persetujuan dari keluarga Benazir. Ketika ditanya mengapa ia tak menggunakan kedudukannya untuk memerintahkan otopsi, ia menjawab : "Dinegri ini tidak ada yang berwarna hitam atau putih, hal itu jelas akan membawa dampak bias politik, dan seandainya saya memerintahkan dilakukan otopsi hal itu akan memancing berbagai reaksi, kecuali partai Benazir beserta pendukungnya menginginkan hal itu." Dia mengatakan para pendukung Benazir tak menginginkan dilakukan pemeriksaan terhadap jasad Benazir karena mereka mengetahui berdasarkan fakta tak ada hal yang perlu dipermasalahkan." Pemerintah Pakistan sebelumnya telah menawarkan untuk melakukan otopsi namun keluarga Benazir mengatakan mereka menginginkannya hanya apabila Musharraf setuju mengijinkan penyelidikan dibawah pimpinan tim Perserikatan Bangsa-Bangsa, PBB , dan Musharraf menolaknya. "Tidak akan ada penyelidikan PBB, tak akan ada penyelidikan yang melibatkan negara asing atau pihak asing, apakah perlu ada penyelidikan yang melibatkan PBB, hal itu sungguh tak mungkin. Musharraf juga ditanya pendapatnya bahwa ada selentingan kabar yang mengatakan AS sedang mempertimbangkan untuk melakukan operasi militernya di Pakistan untuk memerangi kelompok teroris dengan atau tanpa persetujuan Pakistan, demikian laporan beberapa kantor berita. "Kami (Pakistan dan AS) sudah melakukan kerja sama termasuk dalam hal memerangi terorisme, tetapi kami tidak akan pernah menyetujui dilakukan operasi militer oleh pihak asing manapun, apabila diperlukan kami akan meminta bantuan pihak luar tetapi mereka (pihak asing) tak dapat memaksakan kehendaknya kepada kami, karena Pakistan adalah satu negara yang berdaulat." (*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008