Jakarta (ANTARA) - Mudik ke kampung halaman dan berhenti sejenak dari rutinitas untuk berkumpul bersama keluarga di saat Lebaran sudah lazim menjadi impian banyak orang, namun ternyata tidak semua bisa merasakan itu.
Salah satunya Susila Elda (45) yang sudah lima tahun terakhir ini ia tidak pernah benar-benar merasakan bagaimana rasanya mudik, padahal dirinya begitu dekat dengan aktivitas arus mudik Lebaran.
Perempuan asal Sumatera Selatan ini bekerja sebagai pengelola tiket bus PO Ratu Agung di Terminal Kampung Rambutan, rute layanan perusahaan yang dikelolanya juga menuju kampungnya sendiri, yakni dari Jakarta menuju ke berbagai kabupaten di Sumatera Selatan.
Namun tetap saja ia tak pernah berlebaran tepat waktu bersama keluarga besarnya, sebab arus mudik dan balik Lebaran bagi dirinya merupakan masa-masa penuh kesibukan yang tidak mungkin dia tinggalkan.
Elda baru bisa pulang ke kampung halamannya ketika arus balik telah usai, setelah semua proses pengangkutan Lebaran sudah berakhir, termasuk suasana Lebaran di kampung halamannya juga sudah tidak ada.
"Walau sudah berkali-kali tetap saja rasanya sedih, tapi bagaimana lagi, melayani masyarakat yang mudik dengan nyaman itu penting," kata dia, menjelaskan.
Meskipun pada akhirnya ia bisa juga pulang ke kampung halaman, Elda tetap tidak bisa merasakan suasana Lebaran, berjabat tangan dengan tetang dan sanak saudara, termasuk menikmati santapan bersama keluarga besarnya.
Padahal, menurut perempuan berkulit putih dengan tahi lalat di atas bibir ini, berkumpul bersama keluarga, bersenda gurau sambil menyeruput teh hangat di suasana sore pada saat Lebaran merupakan sebuah obat ampuh mengusir kejenuhan dan rasa stres terhadap tekanan kehidupan sehari-hari.
Meskipun demikian, Elda juga tidak pula berkecil hati dan kecewa terhadap pekerjaannya, karena bekerja di bidang layanan transportasi seperti tugasnya sekarang juga merupakan sesuatu yang ia cintai.
Hanya saja, ketika ia mudik ke Kabupaten Lintang Empat Lawang, Sumatera Selatan, saat arus balik telah usai, sebagian sanak saudaranya yang lain sudah kembali ke kota domisili masing-masing untuk melanjutkan rutinitas mereka. Elda pun akhirnya pulang hanya sekadar untuk menengok orang tuanya dan beberapa kerabat yang masih menetap di kampung halaman.
Sementara pada masa arus mudik Lebaran ia harus fokus menangani seluruh pengurusan tiket PO Ratu Agung di loket Terminal Kampung Rambutan.
Tidak ada giliran shift kerja. Karenanya ia harus menanganinya sendiri. Hal itu karena perusahaan yang dikelolanya itu baru merintis, tentu saja keadaan tersebut membuat jumlah karyawan jadi terbatas.
"Melihat wajah-wajah cerah penumpang kami yang akan berangkat mudik menjadi obat tersendiri," tuturnya.
Sebagai profesional di bidangnya, perempuan yang telah dikaruniai satu putri ini selalu menunjukkan senyum kepada penumpangnya, meski ia sebenarnya juga berharap bisa merasakan apa yang dirasakan para pemudik yang benar-benar berkumpul bersama keluarga pada saat Hari Raya Idul Fitri.
"Kesempatan berkumpul tepat di hari Lebaran seharusnya menjadi sesuatu yang patut disyukuri, tidak semua mendapatkan berkah seperti itu. Semoga penumpang selamat, aman dan nyaman sampai tujuan," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Hendri (50) yang juga merupakan petugas pengelola tiket bus. Ia juga tidak bisa pulang ke kampung halamannya di Sumatera Barat karena tidak bisa meninggalkan tugas mengelola tiket mudik dan balik Lebaran.
Sedikit berbeda dengan Elda, Hendri sudah lebih terbiasa dengan keadaan tersebut karena telah menekuninya belasan tahun lamanya.
"Ya kalau yang namanya rindu, tetap tindu, tapi bagaimana lagi," katanya.
Jika memang tidak memiliki kesempatan mudik, sesekali Hendri malah memboyong orang tuanya datang ke Ibu Kota, Jakarta.
Dia membelikan tiket keberangkatan sebelum atau setelah Lebaran untuk orang tuanya, tergantung kapan orang tuanya bersedia datang ke Ibu Kota.
"Tergantung mereka, yang terpenting berkumpul, ya sekalian mengajak berkeliling di tempat wisata di Jakarta," ujarnya.
Mudik Lebaran 2019 sudah memasuki H-4, aktivitas di terminal semakin padat. Terlihat bus tujuan ke berbagai daerah di pulau Jawa dan Sumatera silih berganti masuk ke dalam terminal.
Belasan ribu pemudik dicatat berangkat setiap harinya dari Terminal Kampung Rambutan, beberapa di antaranya sudah membeli tiket jauh hari keberangkatan, namun lebih banyak yang memilih membeli tiket sesaat sebelum keberangkatan.
Tentu saat-saat seperti itu menjadi waktu yang sangat sibuk bagi para pengelola tiket. Mereka harus mencatat keberangkatan, memilah penumpang sesuai tujuan agar tidak salah naik bus, serta mengatur barang bawaan penumpang ke dalam bagasi bus.
Kepadatan ini akan terus meningkat, dan diperkirakan puncaknya pada H-2 Lebaran. Menurut Kepala Terminal Kampung Rambutan Thofik Winanto, puncak arus mudik kali ini akan lebih tinggi 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sekitar 20 ribu penumpang akan berangkat dari Terminal Kampung Rambutan, dengan tujuan akhir di Pulau Jawa, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta.
Sedangkan rute Sumatera tujuannya ke Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Utara.
"Tahun ini tujuan mudik didominasi oleh penumpang ke Pulau Sumatera, sebanyak 60 persen dari total penumpang tujuannya ke Sumatera," ujarnya.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019