Islamabad (ANTARA News) - Pakistan mengusir seorang wartawan Majalah New York Times yang mewawancarai para pemimpin Taliban dan mengunjungi provinsi Baluchistan di perbatasan Afghanistan, kata sebuah pengawas media.
Wartawan itu, Nicholas Schmidle, yang beritanya "Next-Gen Taliban" muncul di majalah itu akhir pekan ini, dideportasi, Jumat, kata Komite Perlindungan Wartawan (CPJ).
"Artikel itu memuat hasil wawancara dengan para pemimpin Taliban yang anti pemerintah dan ditulis dari provinsi Baluchistan yang rusuh dan ibukotanya, Quetta," kata organisasi yang berpusat di New York itu.
Komite itu mengutip Scott Malcommmoson, redaktur Schmidle di majalah itu yang mengatakan bahwa tidak ada penjelasan diberikan atas pengusiran wartawan itu.
Akan tetapi ia mengatakan, pengusiran itu "jelas ada kaitannya dengan tulisannya itu bukan masalah lain yang ia lakukan".
Seorang pejabat kementerian informasi mengatakan Schmidle tidak memiliki visa wartawan.
"Ia mendapat beasiswa dua tahun dan mengunjungi daerah-daerah yang rawan di Baluchistan tanpa izin dan membuat berita. Ia tidak memiliki visa wartawan ," kata pejabat yang tidak bersedia disebut namanya itu.
CPJ menyatakan cemas atas serangan-serangan yang meningkat oleh pemerintah Presiden Pervez Musharraf terhadap media.
CPJ sudah biasa melaporkan mengenai serangan-serangan pemerintah terhadap media lokal, tetapi sekarang gangguan itu agaknya meluas pada wartawan asing juga," kata Joel Simon, direktur eksekutif CPJ.
"Saat ini krisis di Pakistan meningkat, mungkin taktik-taktik terburuk untuk mempercepat terciptanya ketenangan itu adalah pemerintah membungkamkan pers," katanya seperti dikutip Reuters.
Media berkembang di Pakistan selama pemerintah Musharraf tetapi pengekangan diberlakukan terhadapnya setelah keadaan darurat diberlakukan 3 Nopember.
Hampir semua jaringan berita swasta tidak mengudara sementara tiga wartawan dari suratkabar Inggris Daily Telegraph diusir dari negara itu.
Keadaan darurat itu dicabut 15 Desember dan sebagian besar jaringan itu kembali mengudara tetapi tidak satupun menyiarkan wawancara yang membuat pemerintah marah.
Pemerintah menolak kecaman mengenai pengekangan media itu.
Media di Pakistan adalah paling bebas dalam sejarah negara itu. Tidak ada pembatasan terhadap media di Pakistan," kata seorang jurubicara kementerian informasi pekan ini. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008