Jakarta (ANTARA News) - Suatu sore di sebuah ruangan lembaga syaraf, sekelompok pasien tampak sibuk dengan perilaku mereka yang aneh. Profesor Karuso (Dudung Hadi) sedang menyanyi dengan suara melengking di atas meja makan sementara Rebeka (Tuti Hartati), gadis berpakaian berlapis-lapis terlihat duduk mendengarkan. Disampinya Bu Risah (Sari Madjid), duduk dengan sekujur badan yang bergerak dengan tempo tak beraturan karena tubuhnya selalu didera kejang setiap saat. Di seberang meja makan, Martin (Budi Ros), pria dengan amnesia total dan tak hentinya berbicara di telepon meski sesungguhnya tidak ada telepon di ruangan itu. Sedangkan Pak Ndus (Dorias Pribadi) terus saja berlarian di dalam ruangan mencari sinar kosmik yang diyakininya memiliki kekuatan tertentu. Mereka adalah penghuni lembaga syaraf yang dinaungi oleh Dokter Hopman (Nano Riantiarno). Kisah mereka dituangkan dalam pementasan kelompok Teater Koma berjudul "Kenapa Leonardo?" yang merupakan karya besar penulis Slovenia, Evald Flisar. Naskahnya secara khusus dialihbahasakan oleh Rangga Riantiarno. Pementasan ini berlangsung di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki mulai 11-25 Januari setiap malam, menghadirkan pemain diantaranya Budi Ros, Cornelia Agatha, Ratna Riantiarno, Sari Madjid, Dudung Hadi, Dorias Pribadi, Tuti Hartati, Joko Yuwono dan Nano Riantiarno. "Kenapa Leonardo?" bercerita tentang perilaku aneh para penghuni lembaga ini yang sesungguhnya dibalik tingkah laku mereka yang tidak masuk akal tampak terlihat kebutuhan manusiawi mereka seperti kebutuhan akan cinta, pengakuan, dan rasa aman. Dokter Hopman selama bertahun-tahun lamanya mempertahankan diagnosa bahwa keadaan mereka disebabkan faktor fisiologis, bukan psikologis, sehingga sakit yang mereka alami tidak bisa disembuhkan. Keyakinan ini ditentang oleh seorang psikolog, Dokter Dasilva (Cornelia Agatha) yang datang ke lembaga tersebut untuk mencari subyek penelitian demi mendapatkan gelar PhD. Dokter ini kemudian memilih Martin yang sejak awal membuatnya terkesan. Martin meski mengalami amnesia total, ia menunjukkan kemampuan luar biasa dalam belajar dan mengingat segala sesuatu. Martin juga serta-merta akan mengulang perkataan dan perbuatan orang yang ada di depannya. Dokter Dasilva percaya bahwa dia bisa mengajari Martin menjadi "Leonardo" baru, seorang manusia Renaissance abad-21. Ia bisa bebas memasukkan ilmu dan pengetahuan apa saja pada Martin. Mulailah Dasilva mengundang ahli matematika, pelukis, penari, dan orang-orang yang ahli di bidangnya untuk mengisi "otak" Martin. Berubah Awalnya perubahan yang ditunjukkan Martin tampak memuaskan. Ia mampu menghafal setiap perkataan para filsuf, sangat fasih berdansa macam-macam gaya, dan mahir berbicara berbagai bahasa asing. Kemajuan Martin ini membuat Dasilva menjadi semakin bersemangat melakukan penelitian. Namun yang terjadi kemudian di luar dugaan. Martin mulai sering diganggu teman-teman sesama pasien dengan mengajari lawakan-lawakan kasar, kata-kata jorok, dan puisi-puisi Shakespeare. Puisi tampaknya berperan penting bagi kejiwaan Martin. Puisi-puisi yang diajarkan Pak Miring (Joko Yuwono/Adri Prasetyo) nampaknya menyentuh sesuatu yang amat penting, yakni sebuah perasaan inti dalam dirinya yang belum hilang. Mulailah Martin berdiri di persimpangan, antara menemukan jati dirinya yang utuh atau sekedar menjadi burung beo yang selalu menirukan apa yang dilakukan dan diucapkan orang lain. Di luar sepengetahuan Dokter Dasilva, pihak-pihak jahat tertarik pada potensi Martin. Kelompok jahat yang dimotori Dokter Robert ini akhirnya mengajarkan budaya kekerasan yang diserap Martin dan berujung kekacauan di lembaga syaraf itu. Pementasan "Kenapa Leonardo?" disajikan Teater Koma dalam durasi yang cukup panjang, yakni 3 jam 45 menit. Dalam kurun waktu ini adegan dan dialog dilakukan di satu ruangan besar yang terdiri dari ruang makan dan ruang tamu. Meski duduk dan menonton dalam waktu yang cukup lama, namun sebagian besar penonton tidak merasakan bosan karena para pemain tampil cemerlang sepanjang teater berjalan. Cornelia Agatha sebagai Dokter Dasilva adalah sosok yang tampil cukup bagus dalam berekspresi, dialognya mengalir lancar, dan menjiwai peran sebagai dokter yang ambisius. Sementara itu Sari Madjid kendati bukan pemeran utama, ia mendapat aplaus meriah dan paling riuh pada akhir pertunjukan. Sari berperan sebagai Bu Risah, perempuan agresif yang sering menceritakan kisah-kisan lucu tapi memiliki kelainan kejang-kejang. Meski ia tampil tak sebanyak porsi Cornelia Agatha, namun Sari berhasil mencuri perhatian dan decak kagum penonton. Gelak tawa penonton seringkali tak tertahankan melihat gerak-geriknya. Sang penulis naskah "Kenapa Leonardo?", Evald Flisar yang menyaksikan pertunjukan kelompok ini memberikan pujian khusus untuk para pemain yang bagus. "Mereka bermain sangat natural, semua pemain mendapat peran yang tepat dan bermain penuh energi dalam waktu yang lebih dari tiga jam," ujarnya. Dalam hal tata panggung, Teater Koma menempatkan satu setting permanen saja, yakni ruangan besar dengan perabot kursi, meja, lukisan besar di dinding, dan deretan rak buku yang usang. Bentuk bangunan yang kokoh dengan warna cat yang memudar memberi kesan membosankan apalagi menatapnya dalam waktu yang lama. Namun hal itu tampaknya berhasil diakali dengan cantik oleh Manajer Panggung Tinton Prianggoro. Perpindahan babak ditandai dengan tirai rumah sakit yang diusung para suster. Beberapa adegan dilakukan di balik tirai dengan bantuan sinar yang menghasilkan bayangan sempurna dari para pemain. "Saya melihat secara keseluruhan mereka berhasil menggabungkan teater realis dengan komedi yang tragis, dan menghadirkan efek visual yang menarik," demikian kata Flisar.(*)
Pewarta: Oleh Desy Saputra
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008