Virginia Beach (ANTARA) - Seorang pekerja fasilitas umum yang tidak puas melepaskan tembakan dengan menggunakan senjata genggam ke sesama pekerja di gedung kota praja di Virginia pada Jumat sore (31/5), menewaskan 12 orang dan melukai empat orang.

Ia juga melukai empat pekerja lain sebelum akhirnya ia ditembak hingga tewas oleh polisi, kata pihak berwenang.

Penembakan massal di tempat pelancongan pantai Virginia Beach tersebut adalah peristiwa yang paling mematikan yang melibatkan penggunaan senjata api di AS sejak November 2018, ketika dua-belas orang menemui ajal di Los Angeles oleh seorang pria bersenjata yang kemudian bunuh diri.

Kepala Polisi Virginia Beach James Cervera mengatakan tersangka dalam penembakan Jumat bersenjatakan pistol kaliber-45 dengan alat "peredam suara" dan "cadangan" amunisi yang ia gunakan untuk mengisi-ulang berkali-kali selama serangan tersebut.

Beberapa penyintas menceritakan kekacauan dan ketakutan yang meletus saat penembakan terjadi, dan para pekerja dengan panik berlindung, demikian laporan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu siang.

"Kami cuma mendengar orang berteriak dan menangis," kata Megan Banton, seorang pekerja fasilitas umum, kepada stasiun televisi WAVY-TV. Ia mengenang bahwa dia dan pekerja lain memasang barikade di kantor mereka.

"Kami menempatkan meja di pintu karena kami tak tahu apakah mereka datang. Kami cuma berharap itu akan segera berakhir, dan kemudian kami mendengar polisi menaiki tangga sambil berteriak," katanya.

Korban pertama ditembak di dalam kendaraan di luar gedung fasilitas umum di pusat kota praja sebelum tersangka memasuki gedung dan "segera serta secara membabi-buta menembaki semua korban", kata Cervera.

Sumber: Reuters
Baca juga: AS tangkap petugas penjaga pantai yang rencanakan serangan massal
Baca juga: Dua bocah ditembak di depan rumah sakit Mississippi, diperkirakan selamat
Baca juga: Penembak dua wartawan Virginia curhat di medsos
​​​​​​​
Baca juga: Dua orang tewas dalam penembakan di kampus Virginia Tech AS

Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019