Semarang (ANTARA News) - Kepolisian daerah (Polda) Jawa Tengah siap mengantisipasi pelaksanaan eksekusi terhadap tiga terpidana mati kasus bom Bali I, Amrozi, Imam Samudera, dan Ali Gufron alias Mukhlas yang kini mendekam di LP Batu Nusakambangan Kabupaten Cilacap. "Yang jelas terpidana itu ada di Jawa Tengah, apapun kebijakan untuk pelaksanaan eksekusi dan sebagainya, Polda Jateng sudah mempersiapkan diri," kata Kapolda Jateng, Irjen Pol. Dody Sumantyawan di Semarang, Jumat. Hal itu berkaitan apabila eksekusi terhadap mereka tidak digelar di wilayah hukum Polda Jateng, termasuk mengamankan mereka ketika akan dibawa ke tempat eksekusi di luar Jawa Tengah. Polisi dan semua unsur-unsur bersenjata, menurut dia, yang diberi tanggung jawab untuk penegakan hukum, sudah pasti melakukan langkah-langkah antisipasi ke depan. Ia mengatakan, koordinasi dengan Polda Bali terkait pelaksanaan eksekusi terhadap mereka memang belum ada, karena sebagai esekutor adalah pihak kejaksaan dan polisi hanya sebagai pelaksana. Apakah ada peraturan khusus pengunjung ke LP Batu Nusakambangan menjelang pelaksanaan eksekusi terhadap mereka, dia mengatakan, itu kewenangan Kanwil Departemen Hukum dan HAM. Kemudian apakah ada permintaan pengamanan dari polisi, dia mengatakan, di sana juga sudah ada pos polisi. "Soal kunjungan itu kewenangan Kanwil Hukum dan HAM, kami menjalankan tugas sesuai dengan kewenangannya," katanya. Seperti diwartakan sebelumnya, tiga terpidana mati kasus Bom Bali I Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra menolak salinan putusan Mahkamah Agung tentang penolakan Peninjauan Kembali (PK) kasus mereka yang diserahkan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar melalui PN Cilacap pada Rabu (2/1). "Mereka menolak salinan putusan tersebut," kata Koordinator Tim Pembela Muslim (TPM), Achmad Michdan di Cilacap usai menemui tiga terpidana mati tersebut di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Pulau Nusakambangan, Senin (7/1). Berkaitan dengan salinan putusan MA, Michdan mengatakan, sudah mendapatkan penjelasan dari Pelaksana Harian Lapas Batu bahwa tim yang dipimpin Kepaniteraan PN Cilacap telah datang untuk menyampaikan tiga salinan putusan tersebut. Namun setelah diperiksa, kata dia, salinan putusan tersebut bukan salinan asli yang dilegalisasi melainkan hanya foto kopi biasa sehingga tidak layak sebagai suatu dokumentasi hukum. "Yang ada hanya di bagian belakang, itu pun foto kopian biasa. Kesimpulannya, kami tidak bisa menerima juga kalau foto kopian seperti itu," kata dia menegaskan. Disinggung tentang batas waktu pengajuan grasi 30 hari setelah penyerahan salinan putusan tersebut, Achmad Michdan mengatakan, tidak ada dalam undang-undang yang mengatur hal itu. Menurut dia, yang ada putusan itu harus disampaikan kepada tiga terpidana tersebut dalam tenggang waktu kurang dari 30 hari. "Dalam hal ini, putusan tertanggal 18 September 2007 seharusnya paling lambat diterima 18 Oktober 2007. Namun ternyata baru diserahkan 2 Januari 2008," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008