Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) perlu mendorong lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) terkait perlindungan Anak Buah Kapal (ABK) Warga Negara Indonesia di kapal ikan luar negeri.

"Yang bisa dilakukan KKP adalah mendorong lahirnya RPP tentang pelindungan ABK kapal niaga dan kapal ikan di luar negeri," kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Jumat.

Menurut Abdi Suhufan, RPP tersebut merupakan turunan UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran sebab RPP tersebut telah memisahkan jenis-jenis pekerja migran salah satunya ABK kapal ikan.

Ia berpendapat bahwa bila PP tersebut telah diberlakukan, maka kedudukan dan upaya perlindungan bisa maksimal dari prakeberangkatan, saat kerja dan pada saat kembali ke Tanah Air.

Menurut dia, regulasi pelindungan terhadap anak buah kapal ikan asal Indonesia yang bekerja di luar negeri saat ini dirasakan masih lemah.

Hal itu disebabkan karena aturan yang ada masih bersifat parsial dan belum mengatur hari hulu ke hilir proses penempatan ABK kapal ikan asal Indonesia.

"Akibatnya adalah pemerintah tidak mempunyai data yang pasti berapa jumlah ABK kapal ikan yang bekerja di luar negeri," katanya.

Dengan demikian, ujar dia, hal tersebut juga menyulitkan upaya pelindungan yang mesti dilakukan negara kepada warga negaranya.

Di samping itu, lanjutnya, saat ini banyak perusahaan agensi penyedia tenaga kerja yang tumbuh subur dengan dasar UU Perseroan Terbatas yang izin usahanya dikeluarkan Pemerintah daerah, sementara ada Peraturan Menteri Perhubungan No 84/2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal.

"Belakangan muncul UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran namun aturan pelaksanaan tak kunjung dikeluarkan oleh pemerintah," kata Abdi.

Maraknya agensi yang beroperasi dengan izin pemda dinilai berimplikasi pada lemahnya aspek pengawasan operasional dan pendataan ABK di luar negeri.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019