"Indonesia sudah menjadi negara dengan perokok termuda tertinggi di dunia. Hal yang lebih memprihatinkan adalah angka prevalensi perokok pemula diperkirakan akan terus meningkat," kata Hafizh melalui siaran pers dari Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau yang diterima di Jakarta, Kamis.
Hafizh mengatakan berdasarkan perkiraan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, angka prevalensi perokok pemula diperkirakan terus meningkat menjadi 16 persen pada 2030.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2018, angka prevalensi perokok pemula, yaitu usia 10 tahun hingga 18 tahun, telah mencapai angka 9.1 persen.
"Hal itu jauh dari sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Joko Widodo-Jusuf Kalla yang menargetkan penurunan menjadi 5,4 persen pada 2019. Alih-alih menurun, justru angka prevalensi perokok pemula meningkat hampir dua kali lipat," tuturnya.
Karena itu, bila Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Joko Widodo sebagai presiden kembali untuk lima tahun mendatang, Ikatan Pemuda Muhammadiyah menunggu upaya konkret Joko Widodo untuk mengatasi angka prevalensi perokok pemula yang tinggi itu.
"Hal itu sesuai dengan janji Nawa Cita II yang akan fokus pada penguatan sumber daya manusia," ujarnya.
Seruan Ikatan Pelajar Muhammadiyah tersebut mengambil momentum Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diperingati setiap 31 Mei oleh semua negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2019 bertema "Tembakau dan Kesehatan Paru" mengingatkan dampak buruk konsumsi tembakau terhadap kesehatan paru. (T.D018)
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019