Pekanbaru (ANTARA News) - Tim evaluasi dari Mabes TNI AU, Selasa, meneliti rongsokan pesawat jenis S58 Twin Pack yang jatuh di areal perkebunan sawit masyarakat di Desa Bukit Ogung, Kecamatan Bandar Seikijang, Kabupaten Pelalawan, Riau, pada Senin (7/1). ANTARA News di lokasi jatuhnya helikopter itu, Selasa, melaporkan, para anggota tim bekerja dengan penjagaan ketat beberapa aparat TNI AU. Bangkai helikopter itu dikelilingi garis polisi. Selama proses evaluasi itu wartawan dilarang mengabadikan kegiatan tim dengan kamera dan tidak ada keterangan resmi dari Tim Mabes TNI AU perihal pekerjaan yang mereka lakukan. Semula para anggota tim meneliti kondisi mesin pesawat, namun kemudian beralih memeriksa dua tangki bahan bakar yang berada di sisi kiri-kanan pesawat. Kondisi tangki bahan bakar heli tersebut kosong. "Zero," kata beberapa anggota tim yang sedang memeriksa masing-masing tangki minyak helikopter naas itu. Sementara itu, masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi peristiwa ramai menyaksikan proses penelitian yang dilakukan Tim. Rongsokan pesawat tersebut berada di antara rimbunan tanaman sawit masyarakat dan hanya berjarak beberapa meter dari lapangan bola dan jalan lintas Langgam. Posisi moncong pesawat menancap ke tanah sedangkan ekor dan baling-balingnya patah serta tersangkut di pucuk pohon kelapa sawit. Beberapa masyarakat yang bermukim di daerah itu mengungkapkan, sebelum jatuh, helikopter militer yang mengangkut 11 orang terdiri dari empat kru pesawat dan tujuh warga sipil itu terbang rendah dan oleng. "Dua kali dia (helikopter) mengitari lokasi ini, mungkin mau mendarat. Saya melihat penumpang di jendela melambai-lambaikan tangan. Tak lama kemudian terdengar bunyi hempasan jatuh yang cukup keras, bruk...," ujar Suratmi (55). Warga desa ini, rumahnya bersebelahan dengan lokasi kebun tempat pesawat jatuh atau berjarak sekitar 20 meter dari rongsokan helikopter. Ia mengatakan, saat kejadian itu cuaca mendung dan turun hujan. Begitu terdengar suara hempasan yang cukup keras, ia bersama warga yang lain berlarian ke arah sumber suara. "Kami segera menolong para korban. Terdapat dua bule, satu India dan ada juga Cina. Saya tidak mengerti bahasa mereka karena pakai bahasa Inggris, kecuali pilot pakai bahasa Indonesia," kata Basri (30) warga yang datang menolong. Ia mengakui, para korban saling berhimpit, kearah kokpit pesawat karena posisi pesawat tersebut menukik. Mereka umumnya menderita luka-luka dan patah tulang. "Saat dikeluarkan dari pesawat kami kesulitan sebab penumpangnya bertubuh tambun dan tegap terutama bule dan orang India," katanya. Orang India yang disebut Basri adalah Robert Candra, korban yang meninggal akibat kecelakaan itu. "Saat kami tolong dia masih hidup," ujar Basri. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008