Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Raja Muda Bataona MA menilai pernyataan Bambang Widjojanto (BW) yang menyebut Pemilu 2019 terburuk dalam sejarah pemilu di Indonesia, merupakan upaya mendelegitimasi lembaga negara.
"Menurut saya, pernyataan BW selaku ketua tim hukum Prabowo-Sandi adalah murni pernyataan politis bukan argumentasi hukum. Sebagai seorang 'lawyer' seharusnya konstruksi hukum menjadi argumentasinya, bukan narasi-narasi yang menjurus kepada provokasi dan upaya delegitimasi lembaga negara," kata Mikhael kepada Antara di Kupang, Kamis.
Mikhael mengemukakan pandangan itu menjawab pertanyaan seputar pernyataan Bambang Widjojanto yang menyebut Pemilu 2019 merupakan pemilu terburuk.
Sebelumnya, kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto menyebut Pemilu 2019 merupakan pemilu terburuk di Indonesia. BW membandingkan Pemilu 1955 dengan Pemilu 2019.
Menurut BW, pemilu paling demokratis justru terjadi di awal kemerdekaan, pada tahun 1959 saat Indonesia dipimpin Soekarno.
"Pemilu 2019 yang terburuk selama Indonesia berdiri," kata BW saat jumpa pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat.
Menurut Mikhael, konotasi dari pernyataan BW sudah mengandung makna berbeda yang isinya adalah kebencian kepada pemerintah dan lembaga negara yang sah.
"Jadi, publik yang kritis tentu akan membaca pernyataan itu sebagai narasi politis yang sudah diarahkan untuk mendapat keuntungan politik," katanya menjelaskan.
Keuntungan politik yang dimaksud, yakni melalui pembentukan opini publik dengan tujuan untuk mendelegitimasi MK yang menjadi pengadilan dalam sengketa politik dalam kontestasi elektoral sebuah negara hukum demokratis," katanya.
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019