Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menekankan pentingnya Indonesia mendapat nilai tambah bagi penguatan struktur industri dalam kerangka kerjasama ekonomi RI dengan Jepang (IJEPA). "Kita jangan hanya silau dengan investasi, ekspor, dan pembukaan lapangan kerja yang dijanjikan, tapi juga bagaimana kerjasama itu memberi nilai tambah lebih besar bagi penguatan struktur industri dan lainnya," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri, Teknologi, dan Kelautan, Rachmat Gobel, di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan, Indonesia bisa memanfaatkan momentum 50 tahun hubungan Indonesia-Jepang untuk memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional, khususnya di bidang penguatan struktur industri nasional yang masih rapuh. Apalagi, lanjut dia, sektor industri saat ini mengalami tekanan yang berat akibat kenaikan harga minyak mentah dunia yang sempat menyentuh 100,7 dolar AS per barel. "Hubungan dengan Jepang bisa dimanfaatkan untuk mengupayakan efisiensi sektor produksi," kata Rachmat yang juga Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Jepang (PPIJ). Ia mencontohkan pemerintah bisa memanfaatkan hubungan dengan Jepang untuk meminta komitmen negara itu melakukan investasi peningkatan nilai tambah ke sektor yang dibutuhkan di Indonesia, seperti kemitraan membangun industri komponen, alih teknologi industri digital, sampai pada pelatihan menghasilkan produksi beras berkualitas tinggi di lahan yang sempit. Rachmat mengakui selama ini proses pengembangan industri komponen telah berjalan dengan bantuan sejumlah lembaga dari Jepang, namun belum optimal dan bisa dikembangkan lebih besar lagi. Selain itu, ia melihat kehandalan Jepang memproduksi beras berkualitas tinggi di lahan sempit yang perlu dipelajari petani di Indonesia. "Jepang memang tidak membuka produk pertaniannya dalam kerangka IJEPA, tapi kita bisa pelajari teknologi bertani mereka," katanya. Lebih jauh, Ketua Umum Persatuan Alumni dari Jepang (PERSADA) itu juga optimistis Jepang masih melihat Indonesia sebagai mitra ekonominya yang penting yang mampu memberi keuntungan dan Indonesia harus memanfaatkan momentum itu dengan optimal. "Sekarang tinggal bagaimana pemerintah bersama dunia usaha bisa memanfaatkan momentum tersebut, misalnya pemerintah memberi insentif pajak yang menarik terhadap sektor yang dibutuhkan di Indonesia dan Jepang juga minati," katanya. Dengan demikian, lanjut Rachmat, Indonesia tidak hanya menjadi pemasok energi dan bahan baku primer serta pasar bagi kepentingan industri Jepang, tapi juga mitra yang penting dan pondasi yang kuat bagi Jepang memainkan peran industrinya di dunia. Ia mengatakan, PM Jepang Takeo Fukuda pernah menegaskan Dokrin "heart to heart understanding" harus dimanfaatkan sebagai jembatan emas menuju penguatan industri manufaktur nasional. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008