Jakarta (ANTARA News) - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) melaporkan lonjakan harga minyak yang terjadi pada paruh kedua 2007 serta krisis subprime mortgage telah membuat penguatan rupiah menjadi tertekan 1,1 persen. "Kondisi nilai tukar rupiah pada paruh pertama 2007 mengalami penguatan (apresiasi) sebesar 1,8 persen. Sementara dengan terjadinya krisis subprime mortgage dan kenaikan harga minyak,(rupiah) mengalami sedikit pelemahan (depresiasi) 1,1 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah di Jakarta, Selasa. Sehingga penguatan nilai rupiah selama 2007 rata-rata, menurut dia, hanya terapresiasi (menguat) 0,29 persen menjadi Rp9.140 dibandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai Rp9.167. Namun demikian menurut dia, sensitivitas nilai tukar rupiah terhadap pergerakan harga minyak dunia semakin menurun. Sementara itu, terkait dengan pelemahan rupiah yang terjadi akhir-akhir ini ia mengatakan hal itu bersifat sementara (temporary). "Mengenai pelemahan rupiah kita sangat percaya bahwa hal itu temporary (sementara), kita akan lihat dari hari ke hari. Dan BI siap selalu ada di pasar dan menangani hal itu," katanya. Ia juga menyatakan nilai tukar rupiah saat ini tetap membuat importir melaksanakan transaksinya."Pada level itu saya kirta importir masih melakukan tugasnya dengan baik," katanya. Deputi Gubernur Senior BI Miranda S Goeltom mengatakan penurunan sensitivitas rupiah terhadap pergerakan harga minyak dipengaruhi pengelolaan kebutuhan valuta asing bagi perusahaan minyak yang semakin membaik. "Salah satu faktor yang terbesar karena sumber permintaan terhadap valuta asing yang cukup besar yang berasal dari pertamina itu sudah jauh lebih baik dikelola sehingga dampak tekanannya terhadap pasar berkurang," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008