Banda Aceh (ANTARA News) - Merrill Lynch International, salah satu bank di Inggris berkomitmen membeli karbon hutan Ulu Masen Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) senilai 10 juta dolar Amerika Serikat.
"Merrill Lynch akan membeli kredit karbon senilai 10 juta dolar AS dengan ketentuan jika sudah memiliki sertifikat kredit karbon," kata Tim Asistensi bidang sistem manajemen informasi Gubernur NAD, Wibisono yang dihubungi dari Banda Aceh, Jumat.
Menurut Wibisono, keinginan Merrill Lynch tersebut baru sebatas tahap komitmen dan mereka mengusulkan untuk direalisasikan dengan kesepakatan. Mereka juga baru akan membayar jika kawasan hutan sudah memiliki sertifikat kredit.
Wibisono menambahkan, perdagangan karbon memiliki beberapa model antara lain mengikuti Protokol Kyoto yang mengatur pengurangan emisi aktifitas industri.
Saat ini yang baru dilakukan berupa pasar sukarela dimana siapa saja bisa membuat komitmen untuk membeli karbon hutan.
Sementara itu Comunication Officer Flora dan Fauna International (FFI) Aceh, Dewa Gumay mengatakan, FFI yang sejak awal menginisiasi kredit karbon hutan Aceh khususnya Ulu Masen memfasilitasi bantuan teknis misalnya menyediakan konsultasi untuk Pemerintah Aceh.
Perdagangan karbon sendiri, menurut Dewa Gumay, hingga kini belum ada mekanisme jelas yang mengaturnya seperti bagaimana penyaluran dana oleh Merrill Lynch ke Aceh, tambahnya.
Dewa Gumay mengatakan, komitmen tersebut akan dimulai di wilayah Ulu Masen yang menjadi pilot proyek. Dipastikan tidak keseluruhan luas hutan Ulu Masen yang mencapai 740 ribu hektare menjadi kawasan perdagangan karbon.
"Kita belum tahu wilayah mana yang layak untuk perdagangan karbon karena assessment juga belum dilakukan," tambahnya.
Hutan Ulu Masen, sebagai kawasan ekosistem yang belum memiliki status baik melalui Peraturan Menteri maupun peraturan lainnya dipilih karena memiliki tantangan bagaimana melindungi wilayah hutan yang tidak berstatus hukum.
Berdasarkan proyeksi citra lansat Badan Planologi menunjukkan, dalam kurun waktu sembilan tahun, hutan Aceh mengalami pengurangan luas sebesar 500 ribu hektare atau setara 13,84 persen dari total luas 3.611.953 hektare.
Pengurangan luas ini terjadi sejak tahun 1994 hingga 2003, sementara Greenomics memperkirakan deforestasi dan degradasi di kawasan hutan Aceh selama 2002-2004 mencapai 200 ribu Ha, 60 persen terjadi di kawasan konservasi dan hutan lindung.
Penurunan luas kawasan hutan, sebagian besar disebabkan konversi hutan untuk kebutuhan pemukiman, lahan pertanian, perkebunan, dan industri. Penyebab lainnya adalah aktivitas illegal logging, dan kebakaran hutan.
Karena kawasan hutan Aceh masih dinilai salah satu yang terbesar di Indonesia maka diwacanakan perdagangan karbon terhadap hutan-hutan tersebut untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Pada dasarnya, perdagangan karbon berupa kesepakatan negara pemilik hutan dengan negara lain agar tetap menjaga hutannya sehingga menjadi paru-paru dunia. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009