Jakarta (ANTARA News) - Sidang perdata kasus mantan penguasa orde baru akan digelar Selasa, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi dari Yayasan Beasiswa Supersemar. "Besok menghadirkan saksi fakta, sedangkan tanggal 15 nanti mendatangkan saksi ahli," kata kuasa hukum Yayasan Supersemar dan Soeharto, Deny Kailimang, di Jakarta, Senin malam, usai menjenguk Pak Harto. Kejaksaan Agung menuntut pengembalian dana Yayasan Beasiswa Supersemar yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185,92 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun. Menurut Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Dachamer Munthe, yayasan tersebut pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan yang diprakarsai Presiden Soeharto saat itu menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333/KMK.011/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Penyelewengan dana itu, menurut JPN, merupakan perbuatan melawan hukum sesuai pasal 1365 KUHPerdata. Sebelumnya pada 21 Agustus 2000, Kejaksaan Agung berupaya menyeret mantan Presiden Soeharto menjadi pesakitan dalam perkara pidana dugaan korupsi pada tujuh yayasan termasuk Yayasan Supersemar, namun upaya itu gagal karena Soeharto sakit dan dinyatakan tidak dapat diadili. Pada 11 Mei 2006, Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) HM Soeharto dan mengalihkan upaya pengembalian keuangan negara melalui pengajuan gugatan perdata.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008