Batusangkar (ANTARA) - Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Batusangkar, Sumatera Barat, menyatakan patung Budha berbadan naga yang ditemukan warga di Sungai Batang Hari Nagari Sitiung, Kabupaten Dharmasraya pada Senin (27/5) bukanlah peninggalan Kerajaan Adityawarman.
Hal itu didasari setelah BPCB melakukan kajian penemuan benda tersebut dan dipelajari dengan ilmu ikonografi dan ternyata barang itu adalah barang baru yang berusia paling lama 10 sampai 30 tahun.
"Dilihat sepintas lalu memang berbentuk peninggalan lama, namun setelah hasil kajian kami, barang tersebut adalah barang baru yang digunakan sebagai koleksi oleh warga setempat," kata Kepala BPCB Sumatera Barat Nurmatias di Batusangkar, Rabu.
Dari hasil kajian tersebut pihaknya menyimpulkan beberapa kekeliruan yang membuat penemuan tersebut bukanlah sisa-sisa peninggalan Adityawarman, melainkan barang baru.
Pertama, setelah dipelajari dengan ilmu ikonografi tidak sesuai dengan zaman Hindu-Budha. Kalau Hindu-Budha mempunyai sikap dan punya gaya tangan tersendiri.
Kedua, benda tersebut ditemukan di dalam sungai, tidak terendam dalam lumpur. Biasanya kalau benda ditemukan di dalam lumpur pasti ada bekas tanah atau noda yang menempel ke arca tersebut sebagai peninggalan yang telah lama terpendam.
Ketiga, ditemukan ada huruf latin di bawah kaki arca siwa tersebut yang tidak ada hubungan dengan Kerajaan Adityawarman. Diperkirakan paling lama sekitar benda itu berusia 30 tahun paling tinggi yang dikoleksi oleh warga setempat.
Keempat, setelah dilakukan kroscek di toko daring di Jakarta, namanya toko "benda pusaka" ditemukan barang tersebut dengan bentuk sama yang diperjualbelikan, satu benda dihargai seharga Rp430 ribu.
"Kemudian kami cocokkan dengan yang ditemukan warga bahwa barang itu sama, jadi kami simpulkan benda tersebut bukanlah peninggalan arca dari zaman Adityawarman," ujarnya.
Ia mengaku saat ini benda itu masih disimpan oleh warga setempat, karena tidak masuk ke dalam cagar budaya atau tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Pewarta: Syahrul Rahmat
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019