Jakarta (ANTARA News) - Kuasa hukum Roesdihardjo berjanji segera menghadapkan kliennya untuk diperiksa sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan KorupsiB (KPK) apabila mantan Kapolri itu sembuh dari sakitnya.
Ditemui di Gedung KPK, Jakarta, Senin, kuasa hukum Roesdihardjo, Warsito Sanyoto, mengatakan Roesdihardjo belum bisa memenuhi panggilan KPK karena tim dokter yang merawatnya akan mengambil tindakan medis dalam beberapa hari lagi.
"Tekanan darahnya masih fluktuatif sehingga harus ada tindakan medis berupa pengenceran darah," ujarnya.
Ia menjelaskan kedatangannya ke KPK untuk menyerahkan surat keterangan dari Rumah Sakit Medistra bahwa Roesdihardjo masih harus menjalani perawatan karena komplikasi saluran kandung kemih.
Menurut Warsito, mantan Duta Besar RI untuk Malaysia itu dirawat di rumah sakit sejak 1 Januari 2008.
Ia mengaku baru mengetahui status tersangka terhadap Roesdihardjo sejak datangnya surat pemanggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka pada 28 Desember 2007.
KPK menyebutkan, Roesdihardjo sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak Maret 2007. Pada 28 Desember 2007, seharusnya berkas penyidikan Roesdihardjo dilimpahkan ke penuntut umum.
Namun, ia tidak memenuhi panggilan KPK dengan alasan dirawat di Rumah Sakit Medistra.
Sementara itu, mantan Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki mengatakan Roesdihardjo sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi pungutan liar di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia, sejak masih menjabat duta besar.
"Sejak menjabat Duta Besar Malaysia, yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.
Namun, KPK saat itu tidak menahan Roesdihardjo dengan alasan mempertimbangkan hubungan diplomatik luar negeri Indonesia.
Roesdihardjo menjabat duta besar RI untuk Malaysia sejak 2004 hingga Februari 2007.
Menurut pengakuan Kabid Imigrasi KBRI Kuala Lumpur, Arihken Tarigan, Roesdihardjo turut menikmati hasil pungutan liar di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia.
Setiap bulan, menurut Arihken, Duta besar RI di Malaysia, termasuk Roesdihardjo, mendapat "jatah" 30.000 hingga 40.000 Ringgit Malaysia (RM) setiap bulannya. Wakil Dubes mendapat 10.000 hingga 15.000 RM setiap bulan, sedangkan staf KBRI Kuala Lumpur mendapat ribuan ringgit setiap bulan.
KPK masih menghitung jumlah uang yang dinikmati oleh Roesdihardjo selama menjabat Dubes RI untuk malaysia sejak 2004 hingga 2007.
Mantan Dubes RI untuk Malaysia sebelum Roesdihardjo, Hadi A Warayabi, telah lebih dulu disidangkan di Pengadilan khusus tindak pidana korupsi dan divonis 2,5 tahun penjara karena turut menerima hasil pungutan liar tersebut.
Warayabi ditahan oleh KPK pada 27 Juni 2007. Ia mengaku merasa
dikelabui oleh para bawahannya, karena tidak pernah dilaporkan soal adanya SK ganda tentang pungutan biaya keimigrasian di Kedubes RI di Malaysia.
SK ganda No 021/SK-DB/0799 tertanggal 20 Juli 1999 itu memungut tarif keimigrasian lebih tinggi dari yang seharusnya. Tarif yang disetorkan sebagai Pungutan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas negara adalah sesuai dengan aslinya, sedangkan selebihnya dinikmati oleh para pejabat Kedubes RI di Kuala Lumpur.
Selisih pendapatan dari pemungutan menggunakan SK ganda itu, menurut KPK, mencapai Rp26,59 miliar atau 10,6 juta RM.
KPK juga menemukan adanya selisih kurs visa antara yang dipungut dan disetorkan ke kas negara. Uang yang dipungut dalam bentuk ringgit Malaysia sementara yang disetorkan ke kas negara dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat, sehingga terdapat selisih Rp922 juta atau setara 369 ribu RM.
KPK memperkirakan kerugian negara akibat praktik pungutan liar itu mencapai Rp27,5 miliar.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008