Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI) meminta Kejaksaan Agung menindaklanjuti pengusutan kasus dugaan permainan harga (transfer pricing) ekspor batu bara yang dilakukan beberapa produsen batu bara termasuk "PT AI."
Ketua MPI Herman Afiff mengatakan, di Jakarta, Senin, kalau memang hasil verifikasi kasus
transfer pricing telah dilaporkan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral bersama Ditjen Pajak ke Kejagung, maka instansi itu selayaknya melakukan langkah hukum sesuai kewenangannya.
"Pentingnya penuntasan kasus ini, karena pemerintah harus menyelamatkan dana royalti dari kontraktor. Dana tersebut dibutuhkan untuk pengembangan batu bara nasional," ujarnya.
Herman menegaskan, MPI tidak ingin berprasangka buruk terhadap perusahaan batu bara yang dilaporkan melakukan
transfer pricing kepada Kejagung. "Justru lewat jalur hukumlah mereka bisa melakukan pembelaan dan merehabilitasi nama perusahaan kalau memang benar tidak bersalah."
Ia mengimbau agar semua pihak yang terkait dalam penyelesaian hukum kasus
transfer pricing batu bara bersikap transparan. Pernyataan Herman itu menanggapi keterangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro baru-baru ini, pihaknya telah menyerahkan masalah itu kepada Kejagung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal itu dilakukan menyusul dugaan adanya upaya menekan royalti dan banyaknya penjualan batu bara yang tidak dilaporkan kepada pemerintah, kata Purnomo.
Hasil verifikasi Ditjen Pajak menyebutkan, ada tiga grup perusahaan batu bara yang diduga menyelewengkan pajak sedikitnya Rp1,7 triliun dan telah dilaporkan kepada Kejagung.
Sebuah sumber menyebutkan, sesuai perjanjian Kontrak Karya, kontraktor wajib menyerahkan 13,5 persen dari hasil penjualan produknya kepada negara dalam bentuk royalti.
Dari 13,5 persen alokasi dana kontraktor tersebut, menurut Ketua MPI, royalti murni yang masuk ke kas negara 7 persen. Sisa royalti 6,5 persen dipakai untuk dana pengembangan batu bara.
Jadi wajar kalau ada penyelewengan dana royalti batu bara diusut tuntas, katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008