Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di Pasar Spot Antar-Bank Jakarta pada sesi Senin sore merosot hingga mencapai level Rp9.440/Rp9.445 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu Rp9.424/9.440 per dolar AS, atau melemah 16 poin. Analis Valas PT Bank Saudara, Rully Nova, mengatakan bahwa rupiah yang terpuruk sejak pekan lalu sulit bergerak naik, karena belum ada faktor penggerak positif pasar. Melemahnya bursa regional akibat merosot bursa Wall Street yang dipicu oleh kekhawatiran atas gejolak kenaikan harga minyak dunia merupakan faktor yang menekan rupiah, katanya. Walaupun terus tertekan, menurut dia, rupiah masih berpeluang untuk kembali menguat, apabila rencana bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) berencana menurunkan suku bunga Fedfund terjadi. Namun, penurunan Fedfund diharapkan cukup besar minimal 50 basis poin, sehingga dapat mengimbas pengaruh kenaikan harga minyak mentah itu, ucapnya. The Fed sebelumnya pernah menurunkan suku bunganya sebesar 50 basis poin, sehingga memicu rupiah menguat sampai dibawah level Rp9.300 per dolar AS. Apalagi, lanjut Rully Nova, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) juga berusaha menstabilkan rupiah dalam upaya menjaga inflasi yang ditargetkan pada tahun ini sebesar 5 persen plus minus 1. Jadi koreksi terhadap rupiah saat ini masih belum mengkhawatirkan, karena akan muncul faktor pendorong yang memicu rupiah menguat, ucapnya. BI juga akan tidak akan menurunkan bunga BI Rate, karena kecenderungan inflasi yang masih tinggi, ujarnya. Pemerintah diminta serius menangani berbagai masalah seperti nilai tukar rupiah, agar tidak terpuruk lebih dalam sebagaimana yang pernah terjadi, karena dengan membaiknya rupiah, maka biaya impor akan lebih murah. "Kami memperkirakan pemerintah telah mempersiapkan kebijakan baru untuk dapat mengantisipasi pasar, sehingga rupiah akan kembali di level Rp9.400 per dolar AS," katanya. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008