Kupang (ANTARA News) - Puting beliung yang menerjang rumah-rumah penduduk di sejumlah tempat di Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa pekan terakhir ini, terjadi karena pengaruh awan konveksi atau "cumolunimbus". Awan "cumolunimbus" ini, menurut Kepala Badan Meteorologi Stasiun El Tari Kupang Albertus Kusbagio yang diwawancarai Senin, merupakan kumpulan awan putih yang berdiameter antara 15 hingga 30 kilometer dengan kecepatan bergerak di atas 100 kilometer per jam. Pergerakan awan putih berkecepatan lebih dari 100 km/jam ini, lanjut dia, lebih dekat dengan permukaan bumi sehingga menimbulkan pusaran angin yang kemudian dikenal dengan angin puting beliung. Angin puting beliung ini yang terjadi di wilayah NTT belakangan ini menghancurkan rumah-rumah penduduk di wilayah Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Kabupaten Kupang, Kota Kupang, Timor Tengah Selatan serta warga masyarakat di Timor Tengah Utara (TTU). DI TTU rumah rusak oleh bencana itu mencapai 112, di TTS 14 rumah rusak berat dan di sejumlah tempat lain di Timor seperti di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang. Sementara di Flores bagian tengah, ratusan rumah penduduk di Kabupaten Ngada juga rusak diterjang angin puting beliung. Menurut Kusbagio, puting beliung biasanya terjadi saat pergantian musim, baik dari musim kemarau ke musim hujan maupun sebaliknya. Namun, tidak tertutup kemungkinan terjadi pada musim penghujan karena wilayah NTT merupakan daerah konvergensi atau pusat kumpulan awan yang menimbulkan hujan lebat dan angin kencang. Sifat hujan yang disertai dengan angin kencang itu, tambahnya, tidak berlangsung lama karena sangat ditentukan oleh wilayah kumpulan awan tebal. Wilayah konvergensi tersebut biasanya memicu terjadinya awan "cumolunimbus" yang berdiameter antara 15-30 km dengan kecepatan pergerakan di atas 100 km/jam di atas permukaan bumi.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008