Jakarta (ANTARA News) - Mantan Presiden Soeharto yang tengah menjalani perawatan intensif di RS Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta, Senin, dikunjungi oleh Juan Felix Tampubolon, pengacara keluarga Cendana, dan Gubernur Lemhanas, Muladi. Juan terlihat menjenguk mantan orang nomor satu di Indonesia itu pada pukul 10.30 WIB, sementara Muladi tiba di RSPP 30 menit setelahnya. Seusai menjenguk, Juan sempat menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh para wartawan yang menunggu di lobi rumah sakit. Menurut Juan, status hukum mantan presiden Soeharto sudah jelas, karena permasalahn hukum tentang masalah tersebut telah usai. "Kalau melihat dakwaannya, sudah tidak ada lagi dan telah selesai permasalahannya," kata Juan. Sedangkan mengenai kasus perdata yang menyeret Soeharto ke bangku pesakitan, pengacara keluarga Cendana itu mengatakan bahwa hal tersebut tergantung kepada pihak yang memberi kuasa atau penggugat yakni Presiden Republik Indonesia. Khusus menjawab pertanyaan soal permohonan pengampunan bagi Soeharto, ia justru menyatakan rasa heran. "Bagaimana mau diampuni, kalau Soeharto tidak terbukti bersalah," ujarnya. Lebih lanjut Juan mengaku sempat melihat keluarga Cendana sudah berkumpul di ruangan tempat Soeharto dirawat, namun ia tidak merinci siapa-siapa saja yang berada di sana. Pada kesempatan terpisah, Muladi usai menjenguk Soeharto mengingatkan bahwa kontroversi status hukum mantan Presiden kedua Indonesia itu telah menimbulkan polemik yang tidak sehat di tengah masyarakat. "Polemik tentang hal ini sangat merugikan karena bisa mengarah ke disintegrasi sosial," katanya. Muladi juga mengimbau agar permasalahan status hukum Soeharto tidak mengulangi kejadian yang pernah menimpa mantan Presiden Soekarno - yang hingga meninggal dunia masih menyisakan ketidakjelasan status hukum. Lebih lanjut ia mengingatkan, walaupun sudah bisa berkomunikasi, Soeharto nampaknya masih kritis. Ia menyarankan agar Presiden melalui Jaksa Agung mempercepat penyelesaian masalah status hukum bagi mantan Presiden Soeharto agar tidak ada lagi polemik yang merugikan bangsa.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008